*dd nana
Seorang lelaki tak akan mati oleh sepi
Saat jemarinya masih ramai melantunkan mimpi-mimpi.
Tuhan hujan telah bersabda;
Berbiaklah serupa ilalang agar angin tak bersua sunyi.
Agar mimpi-mimpi segera dipanen di padang-padang penebusan.
Agar kau tak sendiri, agar kau mengerti.
Tapi kau tahu, seorang lelaki memiliki nafasnya sendiri
Memiliki kiblat dan mimpi-mimpi purbanya sendiri
Cerita-cerita telah mengasuh dan mengasahnya untuk selalu pergi
Maka, dibuatlah sebuah perahu
yang tak akan pernah penuh
tak serupa perahu Nuh.
Tapi kau tahu, selalu ada mata perempuan
Yang diam-diam menahan sesak dari isak, menenun raga menjadi nun
Yang tak pernah sempurna.
Cuaca seringkali berubah dan tubuh tak selamanya kukuh
Dan mimpi-mimpi tak selamanya musim semi
Hanya nun yang mampu menampung segala pedih
yang berani bersitatap dengan sepi yang paling nyeri.
Kau pun tahu, seorang lelaki memiliki alif yang tegak
Hingga langit retak
Hampir pecah serupa isak
Dalam dada, dalam sepi pemberontak.
Hujan itu akan tiba, anakku, saat punggung lelaki itu ditelan waktu
Waktunya sendiri
waktunya yang diikatkan di jemari ibumu ini.
Jangan menangis. Jangan. Karena air mata akan meninggalkan jejak
Di sepasang pipi mungilmu, nak.
Jejak yang akan selalu kau bawa kelak.
Tuhan hujan telah bersabda;
Muasalku, muasalmu. Telah ku pecah tubuhku menjadi tubuhmu.
Tak ada air mataku yang asin
Yang memanggil-manggil sepi hingga kau menggigil
seperti ini.
Muasalku, muasalmu. Kau akan menepi dan kembali.
Menjadi muasalku, lagi.
Maka berhentilah menangis.
Telah ku larungkan nun dalam tubuhmu. Nun yang menampung
nun yang akan melarungkan segala sepi.
Menuju mimpi-mimpi.
Seorang lelaki, nak, tak akan mati oleh sepi
Saat jemarinya masih melantunkan mimpi-mimpi.
Tapi kau tahu, mungkin aku yang segera mati.
*penikmat kopi lokal