Aku berlindung kepada Tuhan
yang dengan-Nya semoga hati diberi kemampuan
agar tabah merindui terhadap suatu jiwa
yang tidak lagi aku pahami perasaannya
yang tidak lagi aku kuasai cintanya.
Apakah kau masih akan berkata
paru-parumu terasa sesak
sebab mengemban seluruh rindu?
Maka, demi jarak yang terus merobek waktu
izinkan aku tetap berdiri tegak di jantungmu.
Meski pada akhirnya nanti
kau jadikan aku abadi dalam sepi.
Kaf, Ha, Ya, 'Ain, Shad...
Adakah ungkapan yang lebih nirmala
selain air mata, untuk mewakili kata?
Awalnya, aku mengira
mungkin Tuhan salah
dalam mengalamatkan rasa luka.
Ternyata tidak,
mata air yang kian mengalir
mengamanatkan getir tiada akhir.
Aku masih ingat,
ketika kota ini menjadi saksi
tempat pertama kali cinta kita bersemi
hingga pada akhirnya aku menyadari
kamu lebih berpotensi membunuhku
dibanding kepulan-kepulan asap
dari rokok yang setiap hari aku hisap
Sebelum kesedihanmu semakin lama
tak kuasa lagi aku tampung
Menjadikan batinku kian berkabung
Barangkali, masa lalu kita
adalah sebuah kampung
Sebagai permukiman kenanganku
merenung dan meraung.
Mungkin waktu
akan melapukkan tubuh dan tulangku
Namun tidak
dengan kenanganku bersamamu.
Aku jadi ingat,
Akan orasi para pendemo itu,
yang dengan suara lantangnya
menuntut kembali kemerdekaan hatinya.
"Apabila perasaan ditolak tanpa ditimbang
Rindu dibungkam
Menyatakan perasaan dilarang
Dituduh mengusik dan mengganggu ketenteraman
Hanya ada satu kata: DOA!"