Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Budaya dan Seni

Di Coffee Times, Sanggar Seni Budaya Sampari Mbojo Kupas Pentingnya Budaya Beradaptasi dalam Era Society Manapun

Penulis : Imarotul Izzah - Editor : Lazuardi Firdaus

26 - Nov - 2019, 06:55

Diskusi Budaya
Diskusi Budaya "Generasi Muda dan Budaya Sambut Society 5.0" di Coffee Times (Foto: Igoy/ MalangTIMES)

MALANGTIMES - Indonesia sudah merasakan perkembangan industri mulai dari 1.0 hingga kini 4.0. Sementara Jepang sudah memasuki revolusi industri 5.0.

Dalam segala era society, budaya memiliki peranan penting yang tak bisa dilepaskan. Budaya malah seharusnya ikut beradaptasi dengan segala era yang dihadapi suatu negara.

Baca Juga : Ajak Army Perangi Corona, BTS Kirim Pesan Mengharukan untuk Tenaga Medis di Seluruh Dunia

Hal inilah yang menjadi pokok bahasan Diskusi Budaya bertema "Generasi Muda dan Budaya Sambut Society 5.0" yang diikuti puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Sanggar Seni Budaya Sampari Mbojo di Coffee Times, semalam (Rabu, 26/11/2019).

Salah satu pemateri, Pendiri Komunitas Mahasiswa Pinggiran Nurul Mubin menyampaikan, revolusi industri 5.0 lahir dari gagasan Jepang yang dilatarbelakangi oleh banyak masyarakatnya yang memasuki usia tidak produktif.

"Sedangkan pemerintah Jepang melihat bahwa kebutuhan dari dunia kerja dan industri Jepang masih membutuhkan mereka sebagai tenaga kerja," ucapnya.

Jumlah tenaga kerja yang sudah memasuki usia tidak produktif tersebut cukup banyak, hampir 26 persen penduduk.

"Sehingga dilakukan sebuah inovasi baru oleh pemerintah Jepang agar bagaimana mereka tetap bisa bekerja tanpa menguras tenaganya secara fisik dengan permainan big data," paparnya.

Pemerintah Jepang, lanjutnya mencoba untuk membangun era society 5.0 dengan perspektif human center. Manusia adalah pusat dari era ini.

"Di mana manusia tidak lagi harus bekerja untuk menguras tenaganya lebih banyak seperti biasanya seperti era-era sebelumnya. Tapi lebih menggunakan program manajemen di dalam industri," timpalnya.

Jadi, orang-orang yang sudah bukan lagi usia produktif masih bisa produktif dengan segala keterbatasan fisiknya. Hal ini tak heran dilakukan sebab Jepang adalah pusatnya industri.

"Jadi tidak diragukan lagi jika hal itu menjadi solusi mereka untuk menyelesaikan problem sosial yang ada di sana," imbuhnya.

Sementara kini, Indonesia masih genting-gentingnya mengarah ke era industri 4.0. Program pemerintah pun banyak yang berfokus kepada membangun sumber daya manusia. Namun, di era industri berapapun, budaya asli Indonesia harus tetap bisa dilestarikan.

"Bagaimana budaya itu tidak kalah saing, tidak kalah kerennya dengan era-era teknologi saat ini. Budaya harus tetap dilestarikan melalui eranya," tegasnya.

Baca Juga : Antisipasi Covid-19 Menyebar, Band SAS Skapunk Tunda Rilis Ep Albumnya

Sayangnya, banyak masyarakat yang terjebak dalam perspektif yang berpandangan kolot soal nilai orisinalitas budaya sehingga anti teknologi.

"Sedangkan dunia secara global menghakimi bahwa kita harus mampu beradaptasi dengan era yang sedang berlangsung. Bukan hanya budaya, semua aspek elemen dalam sosial kemasyarakatan harus mampu menyesuaikan itu. Sehingga bagaimana budaya mampu bersahabat baik dengan era yang sedang berlangsung saat ini," bebernya.

Jadi, budaya harus membaur dengan digitalisasi. Tentu dengan tidak menghilangkan nilai kebudayaannya itu sendiri. Era manapun, termasuk 4.0, harus menjadi jembatan untuk menyalurkan budaya. Selain itu, budaya juga tak bisa dilepaskan dari sastra.

"Karena kalau kita berbicara tentang bahasa pasti kita bicara tentang budaya, kebiasaan yang kita lakukan di masyarakat. Jadi keterkaitan budaya dan sastra, apalagi pemuda, sangat erat," ujar Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M. Ovin Sofian.

Dalam sastra, jelasnya, terdapat beberapa produk budaya seperti novel, puisi, pantun dan lain-lain. Produk budaya itu yang dapat mempengaruhi perkembangan pola pikir remaja.

"Kalau sekarang sastra sudah masuk pada ranah digital karena kita bisa menikmati sebuah karya sastra dengan mudah sekarang melalui gadget," timpal Ovin.

Ketua Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima (KKPMB) 2019-2020, Juardin Al-Shadra menyampaikan bagaimana pemuda melestarikan budaya.

"Pemuda itu kurang eksis dalam melestarikan budaya Indonesia sehingga bagaimana kita menanam pola pikir bahwa mereka adalah pewaris budaya itu sendiri," ucapnya.

Diskusi asyik itupun berakhir larut. Untuk diketahui, Coffee Times memang memiliki kiprah sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi anak muda di Kota Malang. Jadi, bukan hanya dijadikan tempat untuk mencicipi kopi dan kongkow saja. Kafe yang berada di kawasan Terminal Kopi Malang lantai dua Pasar Terpadu Dinoyo Malang itu juga semakin sering dipercaya sebagai tempat berdiskusi.

 


Topik

Hiburan, Budaya dan Seni Diskusi-Budaya Generasi-Muda-dan-Budaya-Sambut-Society-5.0 Sanggar-Seni-Budaya-Sampari-Mbojo Coffee-Times


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Imarotul Izzah

Editor

Lazuardi Firdaus