MALANGTIMES - Sastrawan Budi Darma menyampaikan orasi budaya dalam Anugerah Sabda Budaya dan Orasi Budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) di Studio UB TV, Jumat (25/10/2019).
Baca Juga : KITAB INGATAN 101
Dalam orasinya, salah satu penulis paling berpengaruh di Indonesia ini sempat menyinggung soal dendam kesumat Korea Selatan terhadap bekas penjajahnya. "Orang Korea Selatan benar-benar menderita akibat kekejian penjajah Jepang, dan kita tahu konflik berkepanjangan antara Korea Selatan dan Jepang sampai sekarang masih sering muncul," ucapnya.
Dendam ini, kata Budi Darma, akhirnya terbayar. Mobil buatan Korea merajai dunia yang dulu dirajai oleh Jepang. Teknologi IT yang dulu dirajai oleh Jepang, misalnya Samsung, sekarang juga merajai dunia. "Selain itu, budaya pop Korea, antara lain drakor, band anak-anak muda, koreografi, dan sebagainya, merambah ke seluruh dunia," imbuhnya.
Pada saat banyak negara sampai sekarang masih berkutat pada teknologi 4D, Korea sudah sejak lama memanfaatkan teknologi 5D. "Bukan hanya itu, tengoklah apa yang terjadi ketika film Amerika Fast and Fury diputar di seluruh dunia, demikian juga film Star Wars," lanjutnya.
Dengan antusias penonton di seluruh dunia menonton dua film Amerika itu, termasuk di Indonesia, tapi, tidak demikian di Korea Selatan.
Penonton Korea Selatan lebih suka menonton film buatan mereka sendiri dan memperlakukan dua film itu sebagai pilihan terakhir.
"Di sini kita melihat antara adanya gabungan antara mutu dan nasionalisme. Karena mutu maka film drama band dan koreografi Korea Selatan mampu menguasai dunia, dan karena nasionalisme, orang Korea Selatan tetap memilih filmnya sendiri," tukas guru besar Universitas Negeri Surabaya.
Berbeda dengan Korea, Indonesia tidak pernah menaruh dendam pada bekas penjajahnya. "Sekarang marilah kita kembali ke masalah tanggal kemerdekaan Indonesia. Kita tetap berpendapat bahwa kita mulai merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan Belanda terus-menerus menyangkal, dan melengkapi Indonesia merdeka mulai tanggal 27 Desember 1949," bebernya.
Baca Juga : KITAB INGATAN 100
Bukan hanya itu, Belanda menganggap, bahwa kemerdekaan Indonesia adalah pemberian Belanda. Dan, sekali lagi, Belanda tidak bersedia menyatakan permohonan maaf, dengan dalih bahwa penjajahan adalah urusan masa lampau. "Apakah Indonesia dendam? Tidak. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1950-an/1960-an terjadi bukan karena dendam, tapi karena Belanda selalu ingkar janji untuk meninggalkan Irian Barat setelah Konferensi Meja Bundar Roem-Royen bulan Desember 1949," paparnya.
Apakah ada negara lain yang juga tidak menaruh dendam meskipun negaranya telah dihancurleburkan oleh para penjajah Barat? Ada. Negara itu adalah Vietnam, sebuah negara yang benar-benar menderita dalam perang Vietnam selama 20 tahun.
Begitu Vietnam berhasil mengalahkan pasukan koalisi di bawah pimpinan Amerika pada tahun 1974, Vietnam segera melancarkan pembangunan besar-besaran. "Sisa-sisa perang sebagai tanda kesengsaraan rakyat Vietnam dipelihara dengan baik untuk dijadikan objek wisata yang menghasilkan banyak uang," ujar Budi Darma.
Investasi dari banyak negara dibuka lebar dengan berbagai macam kemudahan dan insentif. Baru-baru ini, kata Budi, Presiden Joko Widodo mengeluh, karena investor investor asing yang diharapkan untuk berinvestasi di Indonesia ternyata lari ke Vietnam.
"Mengapa? Antara lain karena stabilitas politik kurang terjamin, korupsi tumbuh dengan subur, birokrasi menggurita, dan konflik antar-elit tidak ada henti-hentinya," pungkasnya.