Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Kupas Tuntas Lahan Pertanian Versus Industrialisasi, PP OTODA UB dan MalangTIMES Gelar Diskusi Publik

Penulis : Dede Nana - Editor : Lazuardi Firdaus

22 - Oct - 2019, 08:45

PP OTODA UB Malang bersama MalangTIMES dan Kanal Satu akan gelar diskusi publik terkait LP2B, besok Rabu (23/10/2019)
PP OTODA UB Malang bersama MalangTIMES dan Kanal Satu akan gelar diskusi publik terkait LP2B, besok Rabu (23/10/2019)

MALANGTIMES - Persoalan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di tengah gemuruh industrialisasi serta kran investasi yang semakin dibuka lebar pemerintah, menjadi relevan dikupas tuntas berbagai pihak.

Baca Juga : Tiga Tenaga Kesehatan Positif Covid-19 di Kota Malang Sembuh

Baik terkait ekses terbukanya investasi dengan berbagai kemudahannya saat ini, sampai pada bagaimana menjaga berbagai lahan pertanian pangan yang setiap tahun, khususnya di Kabupaten Malang, mengalami alih fungsi.

Dua sisi pembangunan, yaitu mempertahankan ketahanan pangan dengan melindungi LP2B dan derasnya industrialisasi sebagai keniscayaan di era saat ini akan menarik untuk ditelaah. Baik dari sisi akademis maupun dari sudut pandang birokrasi pemerintahan.

Dimana, akan ada beberapa pandangan terkait isu itu. Apakah pemerintah akan melepas LP2B untuk mendongkrak perekonomian daerahnya? Ataukah tetap mempertahankan LP2B dan mengabaikan investasi yang akan menanamkan modal besarnya. Atau, mungkin juga akan lahir sebuah kesepakatan win-win solution terkait hal itu. 

Industrialisasi terbangun masif dengan adanya investasi dan LP2B tetap terjaga dengan pola seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dan diturunkan melalui Perda Kabupaten Malang Nomor 6 tahun 2015. Yakni, membuka LP2B di wilayah lainnya.

Pandangan lainnya adalah, para pengusaha akan tetap melaksanakan pembangunan di berbagai LP2B Kabupaten Malang, ada atau tidaknya berbagai perizinan yang disyaratkan regulasi. Seperti yang terjadi beberapa tahun lalu, dimana tanpa perizinan, berbagai sawah setiap tahunnya susut antara 10-15 hektar (ha).

Isu inilah yang akan dibahas oleh Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP OTODA) Universitas Brawijaya (UB) Malang yang menggandeng media online berjejaring terbesar di Indonesia MalangTIMES, Satu Kanal dan Rumah Keadilan.

Acara itu akan dibungkus dalam Diskusi Publik dengan tema, "Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PL2B) di Tengah Arus Industrialisasi dan Investasi di Kabupaten Malang,". Bakal digelar hari Rabu (23/10/2019) besok di Ruang Mimbar Lantai 1 Gedung C Fakultas Hukum UB Malang, pukul 08.00-13.00 WIB.

Di diskusi publik itu, para narasumber terkait LP2B dari Pemerintah Kabupaten Malang yang akan hadir sebagai pembicara adalah Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tomie Herawanto, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya, Wahyu Hidayat, serta Ketua DPRD Kabupaten Malang Didik Gatot Subroto.

Sedangkan dari PP OTODA UB Malang yang akan menjadi pembicara adalah Ria Casmi Arrsa.
Para pembicara diskusi publik merupakan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam persoalan LP2B di Kabupaten Malang. Tomie, misalnya merupakan salah satu birokrat yang sejak menjabat di Dinas Pertanian dan Perkebunan, merupakan pilar kuat Pemkab Malang dalam melindungi lahan pertanian pangan.

Di tangannya, seperti dalam berita yang dipublish MalangTIMES, sejak tahun 2014-2018, berbagai pengajuan alih fungsi LP2B dari para pengusaha, tak bisa keluar dan menjadi syarat dikeluarkannya berbagai perizinan.

"Sekitar tahun 2015 ada 50 permohonan alih fungsi lahan yang tak kita tandatangani," ucap Tomie saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang.

Di tahun yang sama, dari data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang, indikasi alih fungsi LP2B terjadi di 19 kecamatan dari 33 kecamatan. 19 kecamatan tersebut adalah Kecamatan Dampit, Wajak, Turen, Bululawang, Gondanglegi, Kepanjen, Sumberpucung, Kromengan, Wagir, Pakisaji, Tumpang, Pakis, Lawang, Singosari, Karangploso, Dau, Pujon, Ngantang dan Kesambon.

Baca Juga : Tanggap Covid-19, Fraksi PKS DPRD Kota Malang Bagikan Ratusan APD ke Petugas Medis

Seperti diketahui, luasan LP2B Kabupaten Malang pun setelah dilakukan inventarisir dan identifikasi terdapat selisih luasan terbilang besar, yaitu  2.716 Ha. Dimana luas eksisting sesuai Perda RTRW Kabupaten Malang seluas 45.888,32 Ha, sedangkan setelah dilakukan penginderaan terhadap peta lampiran Ranperbup sebesar 43.171,61 Ha.

"Hal ini ditemukan saat kita melakukan proses penyusunan rancangan Peraturan Bupati untuk LP2B," ujar Tomie.

Berbagai persoalan lainnya mencuat saat memperbincangkan LP2B, khususnya terkait lahan pengganti yang dipersyaratkan bila dilakukan alih fungsi. Dimana menurut Wahyu Hidayat yang juga didapuk menjadi salah satu pembicara diskusi publik, penggantian lahan tak bisa asal-asalan.

"Bukan sekadar sawah tapi tak melihat tata ruang dan wilayahnya. Dalam aturannya penggantian LP2B, ya lahan pengganti bisa menjadi sawah berkelanjutan dengan pengairan irigasi yang juga mendukungnya," ujar mantan Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Malang ini.

Didik Gatot Subroto, Ketua DPRD Kabupaten Malang juga sempat menyampaikan terkait persoalan wilayah terbangun yang terbilang pesat di beberapa wilayah perkotaan Kabupaten Malang. Dimana, secara langsung tentunya merubah lahan persawahan menjadi industri.

Politikus PDI-Perjuangan ini mencontohkan Singosari, Pakis dan Pakisaji. Tiga wilayah yang secara persetujuan substansi telah ditandatangani Gubernur Jawa Timur (Jatim) untuk memiliki regulasi rencana detail tata ruang bagian wilayah perkotaan (RDTR-BWP). 

"Tapi adanya pembangunan skala nasional, jalan tol, KEK Singosari dan lainnya telah merubah lahan hijau menjadi kuning. Ini perlu adanya kebijakan dan keberanian dari Pemkab Malang untuk melakukan perubahan regulasi dalam LP2B yang tak lagi sesuai," ucap Didik Gatot.

Dari data yang ada, pertumbuhan kawasan terbangun per tahunnya di wilayah Pakisaji adalah 8,63 ha atau 3,93 persen. Dengan luas LP2B 895,16 ha yang dimungkinkan akan terus juga beralih fungsi sampai adanya peraturan bupati (Perbup) LP2B. Sedangkan di wilayah Pakis, pertumbuhan kawasan terbangun mencapai 11,68 ha. Atau dengan tingkat proporsi 5,32 persen dan luas LP2B 933,29 ha.

Wilayah Singosari menempati posisi pertama sebagai wilayah dengan pertumbuhan kawasan terbangun. Dimana proporsi pertumbuhannya mencapai 6,82 persen serta lahan terbangun seluas 14,96 ha setiap tahunnya. Sedangkan luasan LP2B adalah 996,98 ha.

Berbagai persoalan inilah yang akan dikupas tuntas oleh para pembicara dalam diskusi publik, Rabu (23/10/2019) besok, di ruang mimbar demokrasi lantai 1 Gedung C FH UB Malang.

 


Topik

Peristiwa malang berita-malang Lahan-Pertanian-Versus-Industrialisasi PP-OTODA-UB-Malang diskusi-publik lahan-pertanian-pangan-berkelanjutan-(LP2B)


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Dede Nana

Editor

Lazuardi Firdaus