MALANGTIMES - Satreskim Polres Malang Kota, membekuk pelaku peredaran obat terlarang yang memiliki kandungan untuk mengugurkan janin.
Salah satu pelaku merupakan seorang penjual nasi goreng.
Ratusan butir obat bermerek Gastrul bersama beberapa jenis obat lain seperti Infilesco, Cytotec, Trifastan berhasil diamankan Polisi.
Baca Juga : Polisi Akui Kejahatan Jalanan Kota Malang Meningkat Usai Program Asimilasi
Kapolres Malang Kota, AKBP Dony Alexander SIK, MH, menjelaskan penangkapan TDSAS berawal dari informasi dari masyarakat tentang adanya peredaran obar yang memiliki kandungan pengugur janin.
Polisi langsung melakukan penyelidikan dan akhirnya berhasil menangkap TDSAS, warga Tritomoyo, Pakis, Kabupaten Malang.
"TDSAS (22) ini mengaku berjualan obat tersebut sudah sejak akhir 2018 hingga saat ini. Penangkapan pelaku tanggal 1 Oktober 2019, penjualan terkadang juga dilakukan secara online," jelas Dony.
Dari situ, pengembangan terus dilakukan petugas, sampai akhirnya polisi menangkap suplier dari TDSAS yakni tersangka seorang perempuan berinisial I.I (32) warga Madyopuro, Kedungkandang Kota Malang yang merupakan salah seorang pekerja apotik dikawasan Kota Malang.
"TDSAS ini beli obat dari I.I, pelaku TDSAS ini mengaku mendapat untung setiap butirnya Rp 50 ribu. Dia menjualnya Rp 100 ribu. Tiap satu kaplet berisi 12 butir," jelasnya.
Belum berhenti disitu, polisi kemudian terus melakukan pengembangan.
Tak lama kemudian ditangkap pelaku berinisial TS (48), warga Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang.
Baca Juga : Jambret Mulai Marak, Korbannya Para Ibu yang Sedang Belanja
"TS ini supllier besar. Dia memasok obat tersebut ke beberapa tempat namun dalam peredarannya, juga diketahui tidak beriizin. Kalau untuk obat ini sendiri memang sebenarnya ada di apotik, namun untuk membelinya harua memakai resep dokter," paparnya.
Para pelaku saat ini masih berada di sel tahanan Polres Malang Kota untuk pengembangan lebih lanjut.
Pelaku terancam dengan pasal 77A ayat 1 Undang-Undang (UU) RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo Pasal 56 KUHP.
"Ancaman hukuman 10 tahun penjara," pungkas Dony.