Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Tak Ada Alat Deteksi Bencana, BPBD Kabupaten Malang Luncurkan Gelas dan Omplong Warning System

Penulis : Dede Nana - Editor : Heryanto

08 - Sep - 2019, 16:57

Kaleng bekas bisa dijadikan alat deteksi dini gempa bumi (Ist)
Kaleng bekas bisa dijadikan alat deteksi dini gempa bumi (Ist)

MALANGTIMES - Awal tahun 2019, alat pendeteksi tsunami atau early warning system (EWS) yang terpasang di wilayah Pantai Tamban, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan (Sumawe) rusa dan tidak berfungsi. 

Baca Juga : Tiga Tenaga Kesehatan Positif Covid-19 di Kota Malang Sembuh

Kondisi tersebut membuat wilayah pesisir pantai selatan yang rawan bencana gempa dan tsunami karena lokasinya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia serta terdapat zona subduksi lempeng Eurasia dan Australia semakin mengkhawatirkan.

Ibaratnya tanpa ada pengawal yang siap secara terus menerus mendeteksi dan mengabarkan akan adanya potensi tsunami.

Di satu sisi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang memang kerap tidak memiliki anggaran untuk berbagai pengadaan alat pendeteksi bencana. Baik tsunami, gempa, serta jenis bencana alam lainnya. 

Bahkan, EWS yang ada dan telah tidak berfungsi itu pun merupakan bantuan dari pemerintah pusat.

Kondisi itulah yang akhirnya membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, memutar otak dan strategi untuk menciptakan alat pendeteksi bencana.

Tentunya dengan sederhana, mudah dibuat oleh masyarakat serta dengan bahan-bahan yang banyak ditemukan.

Maka, lahirlah ide kecil tapi bila dilakukan secara masif dan serentak, akan melahirkan potensi pencegahan bencana yang terbilang luar biasa.

Yakni inovasi berupa pembuatan alat deteksi gempa bumi yang bisa menimbulkan tsunami bernama Gelas Warning System (GWS) dan Omplong Warning System (OWS). 

Kedua alat itu tentu jangan dibandingkan dengan EWS atau pun deep-ocean tsunami detection buoys (disebut buoys), yaitu alat untuk mendeteksi perubahan permukaan air laut yang jumlahnya hanya sekitar 21 unit di seluruh pantai yang ada di Indonesia. Itu pun merupakan bantuan dari negara Jerman dan Amerika Serikat.

GWS dan OWS adalah alat sederhana sesuai namanya, yaitu berbahan gelas atau kaleng kosong yang di dalamnya diisi kelereng. 

Dua bahan yang murah, sederhana dan bisa ditemukan dengan mudah di dalam masyarakat.

Alat itu, menurut Bambang Istiawan Kepala BPBD Kabupaten Malang, memang sederhana. 

"Tapi, kalau kita lihat fungsinya bisa cukup membantu dalam terjadinya korban bencana alam di wilayah kita," ucap mantan Kasatpol PP Kabupaten Malang, Minggu (08/09/2019) ini.

Dimana, lanjut Bambang, jika terjadi gempa bumi, maka GWS dan OWS akan bergoyang.

"Ketika goyangannya lebih keras, maka kelereng tersebut mengeluarkan suara keras. Dengan begitu, warga akan bisa mengantisipasi adanya bencana. Baik dengan segera keluar rumah mencari perlindungan atau menjauh dari bibir pantai," terangnya.

Baca Juga : Tanggap Covid-19, Fraksi PKS DPRD Kota Malang Bagikan Ratusan APD ke Petugas Medis

Bambang juga menyampaikan, pihaknya tidak menutup mata atas potensi bencana gempa dan tsunami, khususnya di wilayah Malang Selatan.

Dengan kondisi tidak adanya alat deteksi bencana modern, maka pihaknya menganjurkan inovasi sederhana itu bisa juga diterapkan di berbagai wilayah.

Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia serta pegunungan yang mengelilingi dataran Nusantara sehingga dikenal sebagai cincin api menjadi negara dengan berbagai potensi bencana alam, terutama gempa dan tsunami, yang telah menjadi akrab bagi masyarakat Indonesia.

Bahkan, seperti dicatat Badan sains Amerika Serikat, National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA), tsunami sudah menerjang Indonesia sejak tahun 416. 

Dimana, ada 246 kejadian tsunami sejak tahun 416 hingga 2018 di Indonesia. 

Sedangkan untuk bencana gempa, dalam katalog berjudul Arthur Wichmann's Die Erdbeben Des Indischen Archipels atau Gempa Bumi di Kepulauan Hindia Belanda, terkumpul  cerita 61 gempa bumi dan 36 tsunami di Indonesia antara tahun 1538 hingga 1877. 

Dimana dua bencana itu terus terjadi sampai tahun 2019 ini.

Hal ini juga tak terkecuali menimpa Kabupaten Malang. 

Walaupun terbilang lama tidak mencatat peristiwa tsunami, tapi gempa bumi, menjadi langganan di bumi Arema ini.

Berbagai catatan itulah yang membuat BPBD Kabupaten Malang terus mengupayakan berbagai terobosan untuk meminimalisir dampak bencana alam. GWS dan OWS adalah alternatif kecil dalam upaya tersebut.

"Inovasi ini bisa dilakukan dan dibuat sendiri oleh masyarakat, karena simpel dan bahannya juga gampang didapat," ujar Bambang.

Tapi, lanjut Bambang, pihaknya tetap akan berupaya keras untuk bisa mendapatkan EWS dari pemerintah pusat. 

"EWS sangat kita butuhkan sebagai peringatan dini terjadinya gempa bumi. Mengingat wilayah Malang Selatan rawan terjadinya gempa bumi dan potensi tsunami. Kita tetap berupaya bisa memilikinya," pungkasnya.


Topik

Peristiwa malang berita-malang BPBD-Kabupaten-Malang Alat-Deteksi-Bencana Omplong-Warning-System


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Dede Nana

Editor

Heryanto