MALANGTIMES - Masyarakat dibuat ramai dengan kebijakan dari Kementerian Agama (Kemenag) terkait syarat menikah yang mewajibkan pasangan calon pengantin wajib melakukan tes urine, dalam beberapa hari ini.
Tak terkecuali dengan di Jawa Timur (Jatim). Dimana pro dan kontra mewarnai kebijakan yang sudah disampaikan kepada seluruh KUA di Jatim. Dimana, mulai Agustus 2019 mendatang, setiap pasangan calon pengantin baru yang akan melangsungkan pernikahan diwajibkan untuk tes urine.
Baca Juga : Hari Ini, Pemkot Malang Luncurkan Bansos Tahap Awal bagi Warga Terdampak Covid-19
Kebijakan itu ternyata mendapat respons positif dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Dimana, Ketua Umum PP Muslimat NU ini mendukung kebijakan tersebut.
"Saya setuju karena pada dasarnya rekam medik itu syarat pernikahan. Jadi mungkin dalam rekam medik itu ditambahkan tes urine. Itu saya setuju," kata Khofifah, Rabu (17/07/2019).
Khofifah juga menegaskan, kewajiban tes urine bagi warga Jatim yang akan menikah merupakan sesuatu yang wajar dan penting bagi pasangan. Selain meyakinkan masing-masing pasangannya bukan seorang pemakai obat-obatan terlarang atau narkoba. Juga bisa memastikan kondisi pasangan calon, untuk mendapatkan deteksi kesehatan dan kondisi pasangan.
"Jadi ini kebijakan positif kok. Saya mengimbau ke calon pengantin agar tidak resisten dengan kebijakan ini," ujarnya.
Di sisi lain adanya kebijakan yang akan berlaku Agustus 2019 mendatang ini menuai protes dari masyarakat lainnya. Misalnya seperti yang diutarakan Orbit (Our Right To Be Independen).
Melalui Rudy Wedhasmara aktivis Orbit dinyatakan, rencana pemberlakuan tes urine sebagai syarat nikah dinilai melanggar privasi seseorang, terutama bagi kedua calon mempelai.
“Kebijakan tes urine bagi calon pengantin ini tidak tepat. Sebab, negara sudah masuk ke ranah privat. Menikah dan memiliki keturunan adalah hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu dengan kebijakan apa pun,” ujar Rudy.
Baca Juga : Bantuan Pangan Non Tunai di Kota Batu Sudah Cair, Berikut Jadwal dan Lokasi Tokonya
Rudy melanjutkan, kebijakan ini perlu dipertimbangkan ulang mengingat dampak sosial yang ditimbulkan. "Sebab bisa jadi, lembaga lain akan melakukan hal serupa. Misalnya, ketika hendak masuk sekolah harus tes urine. Lalu ketika hendak masuk kerja juga harus tes urine. Jadi saya pikir perlu dikaji ulang lebih mendalam," imbuhnya.
Seperti diketahui, Kanwil Kemenag Jatim bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Jatim membuat syarat baru bagi calon pengantin. Sebelum menikah, kedua mempelai harus melakukan tes urin. Mereka juga harus menyertakan hasil uji laboratorium untuk memastikan bebas narkoba.
Tapi, kata Moch Amin Mahfud Plt Kepala Kanwil Kemenag Jatim, hasil tes urine itu bukan penghalang pernikahan atau membatalkan pernikahan. Seperti yang ramai di perbincangan masyarakat yang salah membaca kebijakan itu.
“Seandainya positif, pernikahan tidak dibatalkan. Tetapi mereka akan mendapat pengobatan. Kami obati, gratis. Ketahuan lebih awal kan lebih bagus, sehingga pernikahan rumah tangga itu menjadi sehat,” ucapnya.