MALANGTIMES - Kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak mempunyai dampak yang luar biasa. Hal ini dikarenakan, orang tua adalah sumber keamanan yang pertama bagi kehidupan anak. Orang tua menjadi sumber kepercayaan diri yang pertama bagi anak.
Baca Juga : Tiga Tenaga Kesehatan Positif Covid-19 di Kota Malang Sembuh
"Orang tua merupakan secure base bagi anak yang sangat menentukan proses perkembangan harga diri anak. Tanggapan yang diberikan lingkungan terutama lingkungan terdekat yakni keluarga akan mempengaruhi aktualisasi harga diri anak. Jadi ketika orang tua bisa memberikan keamanan psikologis kepada anak, anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri," terang Pakar Psikologi Perkembangan Anak dan Keluarga Dr. Elok Halimatus Sadiyah, M.Si.
Menurutnya, orang tua adalah orang yang paling berhak untuk memberikan perlindungan dan keamanan untuk anak. Ketika orang tua sendiri tidak mampu memberikan maka akan aangat berpengaruh pada pengembangan kepercayaan diri anak.
"Padahal kita semua tahu bahwa kepercayaan diri itu memberikan kontribusi yang sangat besar pada pengembangan banyak kompetensi yang dibutuhkan bagi kesuksesan dan kesejahteraan seorang manusia," imbuh Elok.
Dosen Psikologi Perkembangan UIN Maulana Malik Ibrahim ini menjelaskan, ketika anak sudah tidak percaya diri, maka akan ada banyak kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dalam hidupnya tidak dapat berkembang dikembangkan secara maksimal.
Selanjutnya dijelaskan oleh Elok, dampak lain dari orang tua yang memperlakukan anak dengan keras atau ada kekerasan kepada anak, maka anak akan belajar untuk menggunakan cara-cara kekerasan pula dalam berinteraksi dengan orang lain.
Baca Juga : Tanggap Covid-19, Fraksi PKS DPRD Kota Malang Bagikan Ratusan APD ke Petugas Medis
"Karena anak itu belajar berperilaku, bereaksi terhadap lingkungan, berbicara, bahkan berpikir itu melaui imitasi atau meniru orang lain. Bagaimana cara orang tua bertindak laku akan ditiru oleh anak dan menjadi template atau pola anak dalam bertindak laku di lingkungannya. Orang tua lah yang menjadi model pertama dan utama dalam kehidupan anak yang akan ditiru oleh anak," jelas perempuan yang juga menjabat Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN Malang tersebut.
Tidak cuma itu saja efeknya. Saat anak banyak mendapat perlakuan yang keras, akan timbul emosi-emosi negatif pada anak tersebut.
Dijelaskan Elok, akan muncul rasa sakit, kecewa, marah, dan emosi-emosi negatif yang lain. Saat seseorang anak mengalami emosi negatif maka dia cenderung akan melakukan kenakalan-kenakalan sebagai kompensasi untuk menenangkan dirinya. "Secara emosi anak mengalami unfinished emotion atau negative emotion. Padahal emosi yang negatif itu seringkali membutuhkan kompensasi untuk bisa dilampiaskan. Kompensasi emosi negatif itu akan mengarahkan anak pada perilaku-perilaku kenakalan atau perilaku-perilaku bermasalah," paparnya.
Hal ini nampak pada kenakalan-kenakalan anak dan remaja di sekolah. Jika ditelusuri lebih lanjut, menurut Elok kenakalan ini seringkali disebabkan karena perlakuan orang tua yang tidak tepat dalam keluarga.