MALANGTIMES - Peraturan pembatasan kendaraan selama ini dinilai tidak dapat menyelesaikan masalah kemacetan. Bahkan, menimbulkan persoalan hukum yang berupa ketidakjelasan dan ketidaklengkapan cara pembatasan kendaraan perseorangan yang merugikan hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin Undang-Undang Dasar Indonesia 1945.
Baca Juga : Bakal Ditutup Setiap Hari, Ini Jalur Yang Terapkan Physical Distancing di Kabupaten Malang
Hal ini menjadikan ketentuan pembatasan kendaraan perseorangan sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut menimbulkan permasalahan secara filosofis, yuridis, dan teoritis.
Hal ini dinyatakan dosen Ilmu Hukum Universitas Brawijaya (UB) Mustakim, S.H., M.H. dalam penelitiannya berjudul berjudul "Reformulasi Pengaturan Pembatasan Kendaraan Perseorangan Dalam Mewujudkan Kelancaran Dan Keadilan Berlalu Lintas di Indonesia".
Dalam penelitiannya, Mustakim menggunakan pendekatan penelitian filosofis, konsep, perundangan dan perbandingan yang dilatarbelakangi oleh adanya peraturan pembatasan kendaraan yang tidak dapat menyelesaikan masalah kemacetan dan justru menimbulkan persoalan hukum tersebut.
Berdasarkan permasalahan ini, menurut Mustakim perlu adanya reformulasi pengaturan pembatasan kendaraan perseorangan.
"Sehingga untuk menghindari tumpang tindih pengaturan pembatasan kendaraan perseorangan yang merugikan masyarakat pengguna jalan, kiranya dilakukan reformulasi pasal 133 ayat (2) huruf a UU LLAJ dan harmonisasi peraturan pelaksananya PP No. 32/2011, PP 97/2012," ungkapnya.
Baca Juga : Tanggapan Resmi Gojek dan Grab soal Fitur Ojek Online yang Hilang dari Aplikasi
Reformulasi dilakukan dengan mempertegas norma hukum berkaitan dengan perluasan bentuk pembatasan, jenis pungutan, besaran tarif, objek, sanksi, dan penegakan hukum pelanggaran pembatasan kendaraan perseorangan.
Dengan catatan, memperhatikan nilai yang tercermin dalam pancasila dan UUD NRI tahun 1945 serta prinsip dan asas-asas pembentukan atau materi muatan yang tercantum dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan guna mewujudkan kelancaran dan keadilan berlalu lintas di Indonesia.
Melalui penelitian tersebut, Mustakim, S.H., M.H mendapat gelar doktor ilmu hukum dengan predikat A yakni sangat memuaskan sebagai doktor ke 391 Fakultas Hukum.