MALANGTIMES - Jalan tol memang memiliki banyak manfaat. Mulai dari memperlancar lalu lintas hingga meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Pengguna jalan tol otomatis akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non-tol.
Baca Juga : Bakal Ditutup Setiap Hari, Ini Jalur Yang Terapkan Physical Distancing di Kabupaten Malang
Namun, jalan tol juga mempunyai dampak negatif. Salah satunya yakni penghasilan penduduk sekitar yang akan menurun. Ekonomi masyarakat di sekitar jalan tol akan terimbas.
Setelah adanya jalan tol, tak banyak lagi kendaraan yang melintas di jalan biasa karena mereka lebih memilih lewat jalan tol dan itu akan berdampak pada penghasilan penduduk sekitar yang menurun.
Mengenai hal ini, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengenalkan konsep cluster development untuk mengatasi permasalahan tersebut. Konsep ini dijelaskannya saat menjadi keynote speaker dalam The 4th International Conference Planning in The Era of Uncertainty di Auditorium Prof Ir Suryono lantai 2 Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), Rabu (13/3).
"Sekarang jalan-jalan yang sudah tidak dilewati karena orang-orang lewat tol kan bisa mati ekonominya. Maka kita berharap itu tidak demikian. Maka ada namanya cluster development," ujarnya.
Caranya yakni dengan mengembangkan di titik-titik yang terkait dengan area sekitar exit tol itu. Hal ini dilakukan supaya ekonomi di sekitar berkembang yang diawali dengan pengembangan residential area dulu.
"Seperti kawasan kota satelit yang ada di Jabodetabek. Setelah itu, kemudian akan muncul kegiatan-kegiatan komersial untuk melayani basis residensial lagi," lanjutnya.
Baca Juga : Tanggapan Resmi Gojek dan Grab soal Fitur Ojek Online yang Hilang dari Aplikasi
Tidak hanya itu. Emil juga memaparkan konsep pengembangan wilayah berbasis urban-rural linkages, yakni keterkaitan desa kota yang sehat. Ia menjelaskan mengenai rural township atau kawasan kota di pedesaan atau pusat pertumbuhan desa.
"Ini adalah satu konsep yang membutuhkan komitmen pemerintah setempat untuk mengonsentrasikan jaringan transportasi ke pusat kota. Untuk mengonsentrasikan investasi ke pusat," terangnya.
Mengenai pusat ini, maksud Emil, bukanlah pusat kota atau ibu kota di tiap kabupaten, melainkan semacam kota kecamatan atau kota lintas dua-tiga kecamatan. Nah di situlah kemudian akan ada konsentrasi kegiatan.
"Jadi, mungkin kalau pengunjungnya banyak, maka orang bisa buka rumah makan. Orang bisa buka layanan-layanan lain. Tapi kalau tidak ada pengunjung kota yang banyak, ya tidak bisa buka. Kalau tidak bisa buka, kotanya akan sepi. Maka kemudian tidak muncul lagi istilahnya pertemuan orang-orang untuk mengembangkan perkotaan itu," paparnya.