MALANGTIMES - Akhir-akhir ini, keberadaan aplikasi Sambhar lumayan menyita perhatian publik. Sebab, aplikasi itu disebut-sebut sebagai pusat produksi konten hoax yang dibuat secara sengaja dan melibatkan pihak kepolisian.
Hal itu pertama mencuat dari postingan di Twitter dan Instagram yang dibuat oleh akun @opposite6890. Akun yang kini terpantau memiliki 31 ribu pengikut itu menyebut pihak kepolisian telah merekrut 100 anggota dari setiap struktur komando Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di daerah kabupaten/kota atau yang biasa kita kenal sebagai kepolisian resor (polres).
Baca Juga : Khusus Ojol, Ahok Beri Cashback 50 Persen untuk Pembelian BBM hingga 12 Juli 2020
"Setelah whistleblower mengungkapkan bahwa kepolisian adakan pelatihan buzzer. Di mana setiap buzzer harus instal APK Sambhar. Hasil scan Sambhar keluar destinasi IP 120.29.226.193. Hasil scan IP 120.29.226.193 ternyata dimiliki Polri. Dapat ditarik kesimpulan wasit ikut bermain," cuit @opposite6890, Rabu (6/3/2019) sembari menyertakan video beberapa akun yang diduga terlibat dalam buzzer tersebut.
Pada Kamis (7/3/2019), @opposite6890 kembali membuat cuitan tentang keberadaan aplikasi Sambhar tersebut. Dia menyebut jika APK Sambhar tersebut dapat di-download di link mysambhar.com/unduh. Namun dikatakan jika saat ini aplikasi tersebut sudah tidak dapat lagi diunduh.
Keberadaan aplikasi itu pun banyak yang mempercayai. Namun ada juga beberapa yang malah bertanya-tanya terkait kebenaran aplikasi tersebut. Salah satunya disampaikan akun bernama Sang Pengembara.
Dalam cuitan yang dibuat @opposite6890, akun Sang Pengembara membuat cuitan dalam kolom komentar. Dia mempertanyakan kebenaran tudingan jika setiap polres diwajibkan merekrut 100 anggota. Tentunya hal itu mudah dilacak, lantaran anggota kepolisian tentu memiliki jagoan masing-masing, dan tak semua memilih Jokowi.
"Dari mengikuti malam ini, ternyata Anda tahu mengenai sambar melalui whistleblower. Gak tau siapa dia. Tapi apakahanda tau siapa dia? Saya pendukung 01. Tetapi, apakah anda nggak merasa ini kayak jebakan? Apa iya ada 100 orang ler polres jadi buzzer? Apa nggak resiko ketahuan tinggi?" tulisnya.
"Bayangkan saja, 100 orang per polres, ada ribuan orang, dan itu yakin nggak ada yang simpatisan Prabowo? Pengikut ulama seharusnya HRS? Buat apa polisi mempertaruhkan institusi buat begituan? Kenapa polisi gak bayar aja buzzer pro di luar? Apa iya sedemikian mudah anda bongkar?" sambung Sang Pengembara.