MALANGTIMES - Disaat pemerintah Kabupaten (pemkab) Malang menyambut piala Adipura yang diarak dari bandara Abdurrahman Saleh Pakis - Ampeldento - Bululawang - Gondanglegi - Kepanjen dan finish di Pendopo Kabupaten Malang.
Baca Juga : Warga Terdampak Covid-19 di Kabupaten Malang, Bakal Dapat Pasokan Makanan Dapur Keliling
Di wilayah Lawang, tepatnya di pasar Lawang, pedagang dan masyarakat protes atas persoalan sampah yang tidak tertangani.
Tentunya, ini menjadi ironis dengan capaian yang sedang dirayakan tersebut.
Plesetan Piala Adipura sebagai piala pura-pura kembali menyeruak di tengah masyarakat.
Protes para pedagang yang tentunya telah membayar retribusi setiap harinya, dikarenakan sampah di Pasar Lawang telah membludak dan menguarkan aroma busuk.
Karena hampir satu minggu tidak ada petugas yang mengangkutnya.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu pedagang yang sudah kehilangan kesabarannya dengan persoalan sampah.
"Kita berulang-ulang protes atas persoalan sampah di sini. Tapi, kok belum ada tindaklanjutnya dari Pemkab Malang. Kita ini bayar juga untuk hal ini," kata pedagang pasar Lawang yang tidak berkenan disebut namanya tersebut.
Pasar Lawang sebagai pasar kelas 1 di Kabupaten Malang tentunya memiliki kontribusi besar bagi masyarakat maupun Pemkab Malang.
Sayangnya, kontribusi tersebut tidak diikuti dengan pelayanan maksimal oleh Pemkab Malang terkait persoalan sampah.
Dikesempatan berbeda, persoalan tersebut akhirnya mendapat respons dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang Pantjaningsih Sri Redjeki.
Menurut Pantjaningsih, masyarakat perlu terlebih dahulu memahami wilayah kewenangan di pasar Lawang.
Karena ada pengelolaan di Pasar Lawang yang tidak masuk di wilayah Disperindag Kabupaten Malang.
"Di sisi kiri dan bawah pasar serta di luar trotoar bukan wilayah kita. Ini perlu dipahami dulu. Sedangkan untuk retribusi kita itu hanya menarik dan disetor kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH)," kata Pantjaningsih, Selasa (15/01/2019) kepada MalangTIMES.
Persoalan sampah di Pasar Lawang memang perlu adanya penanganan serius. Khususnya, masih menurut Pantjaningsih, mengenai pengadaan gerobak sampah yang sampai saat ini tidak ada anggarannya di pihak Disperindag Kabupaten Malang.
"Seharusnya pengadaannya itu ada di DLH. Karena retribusinya masuk ke sana, kita hanya pengelola saja. Kita pernah mengajukannya ke DLH, tapi sampai saat ini belum ada," ujarnya.
Baca Juga : Dinsos-P3AP2KB Salurkan Bantuan bagi 1.666 Warga Miskin
Pihak Disperindag sendiri sampai saat ini tidak pernah gol dalam mengajukan pengadaan gerobak sampah dalam APBD.
Sehingga proses pengelolaan sampah di berbagai pasar daerah kerap terkendala fasilitas angkut sampah.
Dari tempat sampah sampai menuju tempat pembuangan sampah (TPS).
Proses pengangkutan dari TPS menuju TPA merupakan kewenangan DLH.
Hal inilah yang membuat persoalan sampah di pasar Lawang digugat pedagang dan masyarakat.
Karena sampah membludak di TPS dan tidak diangkut ke TPA.
Apalagi, pasar Lawang buka 24 jam. Sehingga volume sampah tentunya terbilang besar setiap harinya.
Tanpa adanya fasilitas pelengkap, baik kontainer sampah sampai dengan gerobak angkut sampahnya.
Maka, persoalan membludaknya sampah di tengah perayaan Adipura yang setiap tahun disabet pemkab Malang menjadi tidak terlalu bermanfaat bagi penguatan lingkungan hidup yang menjadi salah satu program strategis sampai tahun 2021 awal.
Karenanya, Disperindag berharap banyak kepada DLH, saat ajuan anggaran fasilitas angkut sampah selalu mentok.
Sayangnya, DLH belum juga memberikan respons atau lampu hijau dengan kondisi tersebut.
Pantjaningsih mengatakan, dari hasil koordinasi dengan Kepala DLH Kabupaten Malang Budi Iswoyo, sampai saat ini lebih fokus pada pengadaan gerobak sampah untuk program bank sampah di wilayah perdesaan saja.
"Kita sudah lakukan koordinasi, hasilnya seperti itu. Padahal kebutuhan kita untuk gerobak sampah pasar minimal butuh 10 unit tiap pasar kelas 1," pungkas Pantjaningsih.