MALANGTIMES - Gadget bisa berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak. Benda akan berpengaruh ke fungsi atensi dan konsentrasi anak. Selain itu, gadget berpengaruh juga terhadap masalah emosional anak.
Hal ini dinyatakan oleh psikolog klinis instansi SMF/Lab Psikiatri RSSA/FKUB Suyanto,SPsi MSi saat mengisi seminar ilmiah Cegah Stunting untuk Generasi Sehat Indonesia dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional Ke-54 Pemerintah Kota Malang di Auditorium Politeknik Kesehatan Kemenkes Kota Malang (24/11).
Baca Juga : Kabar Baik, RS Bisa Klaim Biaya Pasien Covid-19, Cek Kriterianya
"Yang sering terjadi di anak tiba-tiba nilai akademisnya menurun. Kenapa? Karena terlalu banyak bermain gadget. Asupan gadgetnya terlalu tinggi atau terlalu sering," ungkapnya dalam acara yang digelar Dinas Kesehatan Kota Malang tersebut.
Menurut Suyanto, karena sering main gadget, kebutuhan bersosialisasi anak tidak terpenuhi secara maksimal. Maka dia menjadi emosional, kemudian bisa menjadi tantrum (ledakan emosi) dan sebagainya.
Nah, hal itu memunculkan anak tumbuh dan berkembang menjadi tidak optimal. Sebab, menurut Suyanto, tumbuh dan berkembang secara optimal itu harus memenuhi komponen kematangan dalam bersosialisasi dengan orang di luar dirinya.
Maka dari itu, Suyanto menyarankan anak mengenal gadget jangan sampai lebih dari satu jam. Ketika bermain gadget, usahakan ada makna edukasinya. Selain itu, ada makna persepsi terhadap yang dimainkan. Sampai dengan usia 13 tahun harapannya seperti itu.
Lantas secara psikologis, mulai usia berapa anak boleh bermain gadget? "Bermain gadget juga usianya sebaiknya jangan kurang dari 7 tahun," ujar Suyanto.
Baca Juga : Gerakan Bersama Lawan Covid-19, Relawan Distribusikan APD ke RS dan Puskesmas se Malang Raya
Nah, kalau anak sudah berusia lebih dari 13 tahun, anak harus sudah mampu menyeleksi. Misalnya, ia cuma bermain atau untuk kebutuhan sekolahnya serta kebutuhan berkomunikasi. Kalau usia di bawah 13 tahun, biasanya masih memenuhi kebutuhan emosionalnya.
Ngerinya, keseringan bermain gadget pada anak bisa menyebabkan dia mengalami keterlambatan bicara. Kasus-kasus ini ditemukan sendiri oleh Suyanto.
"Pengalaman ketika saya mendapatkan pasien-pasien dengan gangguan keterlambatan bicara, salah satunya karena beralih ke gadget. Mudah ter-distract dengan gadget," ungkap Suyanto. (*)