MALANGTIMES - Darah timur yang mengalir pada dua sosok lelaki beda zaman, tapi memiliki kemiripan wajah ini cukup menarik untuk dikulik. Darah yang mengalir adalah darah yang menggelegar dalam deru perjuangan dalam kehidupan mereka.
Mereka adalah sosok pahlawan Sultan Hasanuddin dan musisi Marcello Tahitoe. Sultan Hasanuddin yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape (Gowa, Sulawesi Selatan, 1631-1670) hidup saat kerakusan Kompeni Belanda semakin menggurita dalam menguasai jalur dagang rempah. Bahkan, Belanda tidak cukup menguasai perdagangan saja. Tapi juga menaklukkan berbagai kerajaan kecil yang ada.
Baca Juga : Trending Twitter! Buku Karya Tere Liye Jadi Barang Bukti Aksi Vandalisme Anarko
Kerakusan inilah yang membuat Sang Ayam Jantan dari Timur, julukan Sultan Hasanuddin yang disematkan Belanda karena keberaniannya, melawan habis-habisan Belanda dengan mengangkat senjata. Keberanian Raja Gowa ke-16 ini dalam berperang membuat Belanda kewalahan. Berbagai upaya dilakukan Belanda untuk menaklukkan Sultan Hasanuddin. Dari perjanjian perdamaian akal-akalan sampai pada mengajak kerajaan-kerajaan taklukkannya membantu menggempur Gowa.
Digempur dari berbagai sudut dari gabungan pasukan Belanda dan kerajaan lainnya, membuat Gowa akhirnya melemah dalam pertempuran sekitar 3 tahun lebih. Tahun 1669 benteng Sombaopu, perlindungan terkuat Gowa diterobos dan ditaklukkan. Hasanuddin pun dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang menguntungkan Belanda. Satu tahun sejak kekalahan Gowa, Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta dan wafat karena mengindap penyakit di tahun 1670.
313 tahun berlalu dari kematian sang Ayam jantan dari timur. Di Jakarta, 20 Februari 1983 seorang anak lelaki berdarah Maluku dan Batak, lahir dan dinamajan Marcello Tahitoe atau dikenal dengan nama panggung Ello.
Lahir dari kedua orang tua yang berprofesi artis di masanya, yaitu Minggoes Tahitoe dan penyanyi pop senior berdarah Batak yang sangat terkenal pada tahun 1980-an bernama Diana Nasution. Ello yang memiliki paras mirip Sultan Hasanuddin, berkiprah menjadi musisi.
Berjuang meniti karirnya sebagai musisi papan atas Indonesia dan menghasilkan empat album. Ello terjebak dalam pemakaian narkoba yang membuatnya harus mengalami rehabilitasi. Darah timur yang mengalir dalam tubuh Ello, serupa yang berdenyut kencang pada Hasanuddin 3 abad lalu. Membuatnya kembali berdiri dan berjuang merebut kemerdekaan dirinya.
Baca Juga : Sempat Dilarang, Pemerintah Akhirnya Izinkan Ojol Angkut Penumpang, Ini Syaratnya
Sampah-sampah Dunia Maya Ello adalah bukti perjuangannya untuk kembali merebut kemerdekaannya. Album anyarnya setelah vakum karena dijajah narkoba, kembali menggebrak dan menyoroti fenomena masyarakat saat ini di dunia maya.
Bila disejajarkan dengan pahlawan Hasanuddin garis perjuangannya jelas sangat sangat berbeda. Namun apa yang dihadapi Ello bisa menjadi sentilan bagi generasi muda. Bahwa bentuk penjajahan saat ini bukan hanya dalam fisik peperangan namun dari hal lain, termasuk narkoba.
Inilah tantangan bagi generasi muda saat ini. Melawan jajahan narkoba untuk melanjutkan kemerdekaan yang telah diraih dengan bercucuran darah para pahlawan.