MALANGTIMES - Peredaran minuman keras (miras) ilegal di Kota Malang membuat gerah semua pihak. Tak hanya Nahdlatul Ulama, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) juga turut geram.
Bahkan, Ketua KNPI Kota Malang Hutama Budi Hindrarta siap turut aktif menertibkan peredaran minuman keras ilegal di kotanya.
Apalagi kafe-kafe penjual miras tersebut menyasar mahasiswa sebagai pangsa pasarnya. Karenanya Hutama meminta agar pemerintah bisa bersikap tegas terhadap para pengusaha yang tak taat azaz ini. Pengusaha yang mengedarkan miras tanpa izin ini dianggapnya sebagai pengusaha yang tak pancasilais dan tak mencintai NKRI.
Hutama menerangkan, kasus kafe Rumah Opa merupakan contoh pengusaha yang menjual miras tanpa izin. Walaupun mengacuhkan aturan yang sudah ditetapkan, ternyata pengusaha bisa berjualan miras secara bebas.
Rumah Opa yang telah berdiri sejak 2015 ini menurutnya merupakan salah satu perintis usaha beerhouse di Kota Malang.
"Dari informasi ini kami jadi penasaran jangan-jangan sekian banyak beerhouse di Malang ini ilegal semua ya, pantas saja bila PAD (pendapatan asli daerah) kita dari sektor itu pertahunnya hanya di bawah 300 juta saja," ujarnya.
Berdasarkan Peraturan Walikota Malang 3/2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, besaran retribusi dari sektor bar sendiri sebesar Rp 40 juta dengan durasi izin selama 3 tahun atau sekitar Rp 14 juta pertahunnya. "Yang terkecil dari kategori toko jamu sebesar Rp 250 ribu pertahunnya, sangat kecil sekali. Terlebih bila dibanding dengan dampak sosialnya", tambahnya.
Wali Kota Malang sendiri pada Agustus yang lalu telah mengelurakan pernyataan untuk memberlakukan moratorium terhadap izin penjualan minuman beralkohol (minol). Namun menurut Hutama, aturan tersebut terlalu prematur untuk diterapkan, karena masih minimnya kesadaran pemilik usaha mengurus perizinan.
“Kami pikir pemerintah perlu turun ke lapangan dan jemput bola, tidak hanya ambil pajaknya saja. Mestinya hari ini paradigmanya mulai diubah, yaitu mendampingi dan membina pelaku usaha itu," jelas Hutama.
Selain itu, batasan umur bagi pembeli minol belum diterapkan secara efektif. Dari penelusuran MalangTIMES, minol atau miras yang seharusnya hanya dapat dibeli oleh yang berumur 21 tahun ke atas, masih dijual pada mereka yang belum mencapai batasan umur tersebut.
Hutama menyatakan siap untuk membantu penertiban peredaran minol tanpa izin di kota Malang. "Kami akan selalu siap bila diperlukan bantuan untuk menertibkan peredaran alkohol bersama ormas kepemudaan yang ada, karena pemuda sangat berkepentingan terhadap permasalahan ini," jelas Hutama.
Ia juga mengusulkan pada pemerintah untuk melakukan sinkronasasi secara komprehensif beberapa peraturan daerah terkait peredaran miras ilegal. Agar ada kepastian hukum bagi pengusaha tanpa merugikan kepentingan masyarakat yang lebih luas.