JATIMTIMES - Rendahnya target pendapatan asli daerah (PAD) Kota Malang ternyata masih menjadi perhatian. Pasalnya, hal tersebut juga menimbulkan beberapa kekhawatiran meskipun sebenarnya turunnya target PAD tersebut bukan sepenuhnya diinginkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Berdasarkan data yang dihimpun media ini, Pemkot Malang menargetkan penerimaan pendapatan daerah pada tahun 2024 mendatang mencapai Rp 2.160.547.825.583. Angka itu terbagi untuk pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 813.740.836.360 serta pendapatan transfer sebesar Rp 1.346.806.989.223.
Baca Juga : Bahas APBD 2024, Target Pendapatan Asli Daerah Banyuwangi Sebesar Rp 605 Miliar
"Tadi kita melihat dari sisi pendapatan masih bisa di PAD Rp 813 miliar sekian, masih akan kita kejar untuk dioptimalkan kenaikannya. Karena kita melihat ternyata APBD (PAD) kita belum sehat karena kita lebih kecil dari pendapatan transfer," ujar Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika, Kamis (9/11/2023).
Made mengatakan, nilai target PAD yang lebih rendah daripada pendapatan transfer tersebut menyimpan kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, dengan selisih atau defisit antara PAD dan pendapatan transfer sekitar Rp 500 miliar, tentu postur APBD Kota Malang masih belum dapat dibilang mandiri.
"Untuk mandiri tentu butuh proses kenaikan bertahap. Pendapatan transfer Rp 1,3 triliun sekian terus PAD kita hanya di angka Rp 813 miliar sekian. Artinya masih ada defisit dari pendapatan transfer dan PAD kita di angka Rp 500 miliar sekian," terang Made.
Apalagi, dalam postur APBD Kota Malang, alokasi belanja juga terbilang tinggi. Informasi yang didapat, alokasi belanja daerah Kota Malang sebesar Rp 2.358.588.674.540. Itu terdiri dari belanja operasi sebesar Rp 2.170.322.826.007, belanja modal sebesar Rp 178.528.617.539 serta belanja tak terduga (BTT) sebesar Rp 9.737.230.994.
"Minimal APBD (PAD) kita bisa untuk belanja pegawai. Sekarang lebih besar belanja pegawai dari PAD. Artinya kalau ada apa-apa di pusat, belanja pegawai kita, pegawai kita gak gajian. Ini jangan sampai," jelas Made.
Tentunya hal tersebut juga tidak diharapkan terjadi. Sebab, belanja pegawai erat kaitannya dengan pelayanan publik. Dan jika hal itu sampai terjadi, maka tentu akan menjadi sorotan publik. Untuk itulah dalam hal ini, DPRD Kota Malang akan tetap berupaya mengoptimalkan apa yang telah menjadi potensi PAD.
Baca Juga : Tarik Ulur Pembebasan Lahan Cucian Mobil Madyopuro, Ketua DPRD: Pemkot Malang Kurang Jeli
"Padahal belanja pegawai kaitannya sama pelayanan publik. Nanti akan jadi sorotan kami di hiring dan di saat pembahasan Banggar dengan TAPD. Kami akan lihat terutama OPD penghasil akan kami genjot lagi," jelas Made.
Di sisi lain, Made menilai bahwa kondisi postur APBD Kota Malang seperti itu terbilang masih belum baik. Sebab, sebagian penerimaannya juga bersumber dari sisa lebih anggaran dan pembiayaan (SILPA) yang terbilang masih tinggi, yakni mencapai sekitar Rp 200 miliar.
"Di satu sisi pembiayaan daerah bagus, tapi dari sisi perencanaan itu kurang bagus. Silpa sekecil-kecilnya artinya kita menginginkan di silpa betul-betul efisiensi bukan pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan. Definisi SILPA kan sisa lebih anggaran, yang bagian dari efisiensi dan efektivitasnya dinas-dinas melakukan program," pungkas Made.
Sementara itu, turunnya target PAD Kota Malang sebenarnya juga bukan karena potensi yang tidak dapat tergali optimal. Namun hal itu dikarenakan Pemkot Malang harus melakukan penyesuaian atas implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU-HKPD) yang baru saja diterapkan.