JATIMTIMES - Sorotan terhadap Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai partai dengan sistem kerja cenderung otoriter menjadi perbincangan publik. Sorotan itu kali pertama dilontarkan pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, yang kemudian viral dan dibantah oleh PSI Surabaya.
Airlangga Pribadi kali ini kembali membeber analisisnya soal tendensi PSI sebagai partai otoriter. “Sanggahan PSI atas pernyataan saya terkait otoritariannya serta jejak-jejak dan tendensi diktatorial di internal PSI dengan dalih berpijak pada aturan AD/ART. Sehingga menyimpulkan bahwa statemen saya menyesatkan, memperlihatkan bahwa mereka tidak memahami konsepsi-konsepsi dasar dalam ilmu politik yang digunakan sebagai perangkat memahami maupun berkiprah di panggung demokrasi Indonesia,” kata Airlangga kepada media, Senin (11/9/2023).
Baca Juga : Pakar Hukum Tata Negara: Kembali ke Naskah Asli UUD 1945 Gagasan yang Tidak Maju
Dikutip media dari Anggaran Dasar PSI, pada Bab VI disebutkan bahwa “Dewan Pembina sebagai pemegang otoritas tertinggi Partai”. Kemudian pada Bab VII, di pasal 16 ayat (5) secara jelas disebutkan “keanggotaan Dewan Pembina berkedudukan hukum tetap dan permanen seumur hidup, kecuali jika yang bersangkutan mengundurkan diri atau meninggal dunia”.
Lalu pada Pasal 16 ayat (4) disebutkan “Dewan Pembina dapat merangkap jabatan ketua umum, sekretaris jenderal, ketua Dewan Pertimbangan Nasional, ketua Dewan Pakar Nasional dan Dewan Pimpinan Pusat”.
Dewan Pembina PSI juga dituliskan memiliki kewenangan untuk memutuskan, menyetujui, membatalkan seluruh kebijakan Partai di semua jenjang struktur partai.
Saat ini, ketua Dewan Pembina PSI dijabat oleh pengusaha Jeffrie Geovani, Wakil Ketua Dewan Pembina Grace Natalie, dan Sekretaris Dewan Pembina Raja Juli Antoni.
Airlangga Pribadi, yang merupakan doktor alumnus Murdoch University Australia, menjelaskan, analisisnya yang menyatakan PSI bertendensi otoriter adalah berawal dari kritik terhadap AD/ART. Mengacu pada AD/ART merupakan cara pandang ilmiah dengan menggunakan pendekatan kelembagaan dan kelembagaan baru atau political institutionalism atau new institutionalism.
Baca Juga : Mbak Susy Kenalkan Ganjar Pranowo di Gresik Selatan
“Dalam institusionalisasi politik, maka pijakan analisis memegang peran penting yaitu terkait proses pelembagaan yang di dalamnya ada regulasi. Salah satunya adalah AD/ART sebagai aturan utama dari partai politik,” jelas Airlangga.
Dari kajian kelembagaan itulah, lanjut Airlangga, dapat diketahui bahwa ternyata Dewan Pembina PSI dapat menjadi apa saja sehingga bisa menganulir suara dari bawah. Selain itu, keanggotaan Dewan Pembina ditegaskan permanen seumur hidup kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri atau meninggal dunia.