*dd nana
Belajarlah pada ragaku, puan, cara mengerami bisa menggarami luka.
Agar air mata tak perlu kau larungkan pada bulir sepi yang kau jauhi selama ini. Agar segala doa bersemayam pada bulir-bulir yang memadat oleh usia waktu. Cinta yang selalu memberimu seutas senyum.
Dan tentunya harapan.
Karena mimpi terlalu rapuh untuk kau jaga di terik sangkala. Karena muasalmu terlalu ringkih dan jernih serupa sake yang baru disetubuhi waktu.
Baca Juga : KITAB INGATAN 101
Kau, puan, tak akan sanggup menyerap bisa paling belia. Pun pada segores luka yang meminta belia kulitmu yang ranum itu.
Tapi, air mata patut untuk dilarungkan. Agar kau tetap percaya tentang keterbatasan manusia. Luka pun sesekali perlu kau sajikan. Di kulit belia mu, puan, agar kau percaya selain manusia, ada juga bentuk lain di dunia ini.
Belajarlah pada ragaku, agar semua yang kau sembunyikan tidak menohokmu, diam-diam dari belakang. Belajarlah pada raga yang nyaman menyimpan bisa segala bisa. Raga yang bangga atas elusan luka di kulit raga.
Percayalah puan, ini bukan kesombongan. Tapi lebih pada cara untuk bertahan. Karena usia hanya hitungan angka. Karena air mata akan sampai pada tepinya. Karena doa manusia tak seperkasa langit yang rela terbakar dan legam setiap saat.
Maka, belajarlah pada ragaku yang menyimpan bisa dan meninabobokannya dengan cinta. Hingga bisa hanyalah bisa, bukan tulah yang membuat raga membatu.
Maka, belajarlah pada ragaku yang mengasuh luka serupa seorang ibu yang paling mengasihi. Hingga luka hanyalah luka. Sebuah rasa dari banyak rasa yang perlu kau reguk sebagai manusia.
Dan percayalah, ragaku selalu untukmu, puan.
Lagu Biru
1)
Malam menggigit mataku
Aku menggigit parasmu yang semakin jauh
Dalam ingatan, kita masih serupa kanak-kanak yang tak jenuh untuk saling melabuhkan waktu.
Meluruhkan segala peluh
Sebelum malam kembali menggigit mataku
Bangunlah, hari mulai rekah oleh air matamu.
Ingatan akan membuatmu semakin ringkih
Karena cinta bukan sekedar untuk dikenang dalam ingatan.
Bangunlah, sebelum kau hanyut di alir kesedihan paling ngilu.
Tapi, aku masih mencintainya. Kata air mata yang tertusuk malam.
2)
Sepi mengajariku membaca
Ingatan yang menua. Walau tak pernah sampai pada resi
Iqro tuan, iqro tuan, iqro.
Mata rapuhku pun mulai mengeja sepi
Kenapa masih saja nyeri.
3)
Aku hanya punya doa untuk mencintaimu
Dan dunia pun tergelak dan berkata, " hiduplah di ingatanmu yang semakin membusuk itu. Jangan kau berkoar tentang cinta, ".