Sunyi Tak Seharusnya Kau Catat Sedemikan Parah
*dd nana
1)
Ada yang melambai padaku
Saat sore ditikam gerimis dan secangkir kopi piatu
Tak terjamah dan dihujat ragu
Atas lambaian tangan dan senyum yang ku kenali akrab dalam mimpi
Sebelum tanganku terangkat dan senyum dipersiapkan
Waktu melabrak lambaian itu. Membawanya jauh
Ke ruang yang tak mampu aku datangi secara utuh.
Bahkan, serpih rindu yang menua di perjalanan, menuju senyummu
Tak lagi mampu mengetuk halus telapak tangan yang melambai itu.
Ada yang melambai padaku
Baca Juga : KITAB INGATAN 101
Kopi yang piatu dan yatim-nya air mata dari sepasang mata
Yang telah dilamurkan catatan-catatan yang tak seharusnya di
Catat.
2)
Mengingatmu, selalu ada yang lepas
dengan detak yang retak
Air mata yang tak memiliki jalan pulang, walau kelak
Katamu, cinta akan mencari jalannya sendiri.
Aku mengingat ucapmu, walau aku catat dengan nafas serupa
Peziarah yang disesatkan cinta. Menua dalam rindu yang tak bisa pulang atau
Kembali ke muasal perjalanan.
3)
Daun pintu yang ku ketuk berulang-ulang
Dengan buku jemari berlarik tiga yang hampir sama panjangnya
Membalas dengan suara sunyi paling gigil
Tepat menuju ruang hati tanpa daun pintu
Aku.
Kau semakin bersembunyi pada kewajiban yang melingkar di buku
Jemari manismu yang juga berlarik tiga hampir sama panjangnya.
Padahal, tanpa ada catatan apapun kita mencatat dalam remang cahaya
Cinta adalah ketelanjangan paling kanak-kanak.
Tanpa daun pintu yang harus kita ketuk, berulang-ulang yang
Membalas dengan suara paling sunyi dari diamnya cinta.
4)
Bukankah kau mahir memainkan sunyi
Kenapa masih membutuhkan air mata dan mencipta
Jalur kesedihan di pipimu yang mulai mengeriput di cumbu waktu.
Samudera telah lama menutup dirinya, tuan
Dari segala alir air dari matamu yang tak tercatat
Dalam buku-buku yang memasangkan pasangan.
Kewajiban-kewajiban wajib diterakan dalam lingkaran
Bukan begitu tuan ?
5)
Sebelum waktu memergoki kita dan bersabda, “pulanglah, remang cahaya bukan untuk kalian,”
Rindu yang berbiak dalam tipis cahaya menyalak
Lebih keras dari dengus nafas kita yang menderu
Menenggelamkan cahaya.
Rindu ini tidak bisa dijinakkan, puan
Walau waktu mencambuknya berulang-ulang dengan cemeti cahaya
Terus menyalak dalam kepalaku yang sunyi
Di mimpi-mimpi panjang yang paling pasi.
Mencari tubuhmu yang meredupkan cahaya
Yang menina-bobokan rindu paling bengal
Di kepala.