Memanen Rindu yang Menua
*dd nana
(1)
Pertemuan adalah perpisahan itu sendiri
Maka aku mohon jangan ada perayaan yang akan membuat kita sakit. Hingga kau catat rasa cacat yang akan dibawa angin timur
ke kamar tidur.
Cawan yang menampung panas air kopi dan mengajari kita merayakan persuaan tanpa nyeri.
Baca Juga : KITAB INGATAN 101
Perpisahan yang melegakan dan menyuburkan rindu. Saat segala tandas oleh waktu dan deru dada yang meminta peluk kecupmu yang menjauh. Aku masih mendengar riuhnya.
Pertemuan adalah perpisahan itu juga, kekasih.
Maka lekaslah kau nyalakan tungku api sebelum angin dari timur menggigilkan kamar tidurmu yang sepi.
Maka lekaslah kau panen setiap biji rindu yang tumbuh ranum di mata dan setiap pori tubuh kita.
Karena biji yang terlalu tua akan luruh oleh jemari waktu. Menjadi rabuk yang akan kau sesali, kelak.
(2)
Pada sujud manalagi aku serahkan rindu yang menua di mataku yang kian rabun ini.
Baca Juga : KITAB INGATAN 100
Wajahmu di makan debur ombak, menjadi miliaran pixel yang membuatku putus asa untuk menyusun ulang kisah kita.
(3)
Sesekali, mari rayakan kekalahan dengan kecup paling sunyi di bibir kita yang mulai lupa apa itu cinta.
(4)
Rindu semakin menua, tapi aku tak memiliki tubuh yang bisa kubawa pulang ke pelukmu. Rumah paling nyaman yang tak pernah bisa aku tempati sampai mati.
(5)
Mengenalmu, setiap derak tubuh yang menyatu adalah simfoni yang mengekal. Lekat dalam setiap sunyi dan keluh yang akhirnya pasrah untuk tidak lagi gaduh.