MALANGTIMES - Maraknya tindak kejahatan terhadap anak buruh migran (abm) mendapat perhatian serius Pemerintah Kabupaten Malang.
Baca Juga : Menghilang, Satu Pendaki Gunung Panderman Ditemukan Tewas, Saksi Sebut Seperti Kesurupan
Perhatian itu diwujudkan dengan mengusulkan regulasi khusus berupa peraturan daerah (perda) untuk melindungi anak buruh migran di Kabupaten Malang.
Perda inklusi sosial anak buruh migran namanya. Regulasi ini diusulkan mengingat Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya banyak bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Untuk itu, anak buruh migran kurang mendapat perhatian maupun pendampingan dari orang-orang terdekatnya khususnya orang tua kandung mereka. Akibatnya, mereka rentan menjadi korban kejahatan maupun tindak kekerasan fisik.
Program peduli inklusi sosial anak buruh migran ini gunanya agar seluruh anak TKI di Kabupaten Malang mendapat perlakuan yang setara dan tidak dikucilkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk kepentingan tersebut Lembaga Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3TP2A) Kabupaten Malang bersinergi dengan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) Jawa Timur menggelar meeting inisiasi peraturan daerah inklusi sosial anak buruh migran, Rabu (17/1/2018).
Kegiatan yang digelar di Hotel Ibis Style Malang ini dihadiri para stakeholder terkait, termasuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Malang yakni Dinsos, Dispensukcapil, Disnaker, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, camat, kades, relawan peduli anak, relawan desa, perguruan tinggi, organisasi sosial kemasyarakatan dan laskar anak Kabupaten Malang.
Direktur LP3TP2A Kabupaten Malang, Hikmah Bafaqih menjelaskan perda inklusi sosial anak buruh migran ini merupakan langkah preventif terhadap timbulnya tindakan-tindakan yang tidak semestinya terhadap mereka.
Baca Juga : Bantuan Dana Dampak Covid-19 Bagi Sopir di Kabupaten Malang Segera Cair
"Kami melihat banyak anak buruh migran yang mayoritas dari wilayah Donomulyo itu kurang perhatian dari keluarga maupun warganya. Banyak yang timpang dalam pengasuhannya. Mereka akhirnya tidak terurus dan hidup miskin. Kondisi itu sangat miris sekali," ungkap Mbak Ema, sapaan akrab Hikmah Bafaqih kepada MalangTIMES, Rabu (17/1/2018) siang.
Keberadaan anak buruh migran ini, lanjut Ema, harus menjadi tanggungjawab bersama untuk menjaga dan mengasuhnya (kolaboratif parenting).
Hal ini menjadi tujuan utama menghadirkan Perda Bina Keluarga TKI dan segera dikonsultasikan ke DPRD Kabupaten Malang.
Menurut Ema, saat ini raperda itu sudah direspons baik oleh DPRD Kabupaten Malang. Buktinya, para wakil rakyat ini sudah mengagendakan pembahasannya tahun ini. "Kami siap mendampingi pimpinan dewan untuk proses penyusunannya," paparnya. Disinggung apa saja isi raperda tersebut? Ema belum mau menjelaskan secara detail.
"Kalau masalah peraturannya itu nanti menunggu dari dewan dan perkembangan selanjutnya," ujarnya.