Ada Jual Beli Organ Tubuh di Malang (17)
MALANGTIMES - Ada beberapa poin perhatian dalam polemik indikasi 'jual beli' ginjal yang terjadi di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang. Salah satunya, soal proses hingga terjadi transplantasi ginjal milik Ita Diana kepada Erwin Susilo.
Dalam konferensi pers yang dilakukan tim RSSA, mereka enggan menunjukkan surat perjanjian yang ditandatangai Ita dan Erwin dengan dalih kerahasiaan pasien. Hal ini bertolak belakang dengan paparan yang berulangkali disampaikan Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA Hanief Noersjahdu, Ketua Komite Medik RSSA Istan Irmansyah, serta ketua tim transplantasi ginjal dr Atma Gunawan.
Baca Juga : Dewan Nilai Dirut PDAM Tak Penuhi Kompetensi, Usul Konkret Dicopot
Ketiga orang tersebut beberapa kali menyebut bahwa isi perjanjian tersebut mengenai tidak adanya unsur jual beli dalam proses transplantasi itu. Dalam perjanjian itu, pendonor telah membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk persetujuan. Hal itu juga diperkuat oleh tanda tangan yang disematkan oleh adik dari Ita. Sementara pihak penerima donor, ditandatangai oleh Erwin dan istrinya.
Namun saat ditanya soal nama adik Ita yang membubuhkan tanda tangan sebagai upaya konfirmasi silang, dr Atma mengelak. "Itu bagian dari data pasien yang dirahasiakan," ujar dr Atma Gunawan. Jika nama adik Ita dirahasiakan, mengapa yang lain termasuk isi perjanjian dibuka?
Atma menambahkan, berdasarkan Permenkes 38 tahun 2016, tanda tangan pihak keluarga tidak harus dari suami atau istri pasien. Melainkan bisa diwakilkan pada saudara. "Apalagi saat itu katanya suami Bu Ita sedang di Kalimantan, jadi yang tanda tangan adiknya," ujarnya.
Baca Juga : Ada Jual Beli Organ Tubuh di Malang (15)
Berikut Bukti Chat Whatsapp Salah Satu Dokter RS Saiful Anwar dengan Penjual Ginjal
Dia menerangkan, mediasi juga dilakukan antara pendonor dan penerima dan pendonor berhak tahu orang yang menerima organnya. "Tidak benar kalau memakelari atau mencari-cari, sama sekali tidak. Yang bersangkutan (Ita) datang untuk mendonorkan ginjalnya. Pada waktu kesepakatan ada tanda tangan adiknya, bukan datang sendiri," ujarnya.
"Jika dalam proses tersebut ada tawar menawar, disaksikan langsung tim, maka proses menuju transplantasi itu dibatalkan. Kami sudah berhati-hati," tuturnya.
Baca Juga : Pipa Terus Bocor, Wali Kota Malang Sutiaji Beri Komentar Ini
Hal lain yang patut disorot, terkait proses wawancara sebelum proses transplantasi dilakukan. Untuk diketahui, sebelum melakukan operasi besar yang melibatkan pengangkatan organ dan memiliki efek jangka panjang, rumah sakit harus melakukan wawancara untuk mengetahui kondisi psikologis pasien dan keluarga.
Selain itu, wawancara juga penting dilakukan untuk melihat apakah ada motif ekonomi yang mendasari pendonoran organ tubuh tersebut. Terlebih, sebelum menyetujui mendonor, Ita mengaku sempat menyebut soal kesulitan ekonomi yang dialaminya.
Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA Hanief Noersjahdu mengaku proses tersebut sudah dilakukan. "Kami punya psikiater, dr Prilia, spesialis kejiawaan. Tes psikologi itu dilakukan sebelum operasi karena kan syaratnya bukan hanya kesiapan fisik tapi juga psikologis," ujarnya.
Sayangnya, dokter yang telah mewawancarai Ita sebelum operasi itu tidak ikut dalam konferensi pers. Hal lain yang menarik adalah keterlibatan salah satu tim dokter atas nama dr Rifai. Disebut-sebut sebagai 'perantara' antara Ita dan Erwin, tanggapannya akan diulas dalam tulisan berikutnya.