MALANGTIMES - Jakarta boleh jadi punya Kota Tua dan Semarang memiliki Kota Lama. Tetapi sebagai kota peristirahatan meneer-meneer Belanda di masa penjajahan, Kota Malang punya Kayutangan.
Baca Juga : WORO & The Night Owls Gebrak Maret dengan Album Perdananya
Datanglah ke kawasan Jalan Basuki Rahmat. Beberapa bangunan pertokoan dan rumah-rumah yang dibangun sekitar 1920-an masih berdiri tegak. Untuk melestarikan bangunan-bangunan cagar budaya setempat sekaligus meningkatkan kepedulian warga sekitar, tahun ini anak-anak muda lintas komunitas kembali menggelar Festival Waktu Ruang Kayutangan.
Setelah sukses pada 2016 lalu, Waktu Ruang Kayutangan merupakan sebuah proyek yang digagas oleh komunitas A Day to Walk. Tujuannya adalah mengenalkan Kayutangan sebagai salah satu destinasi wisata walking tour.
"Kota Malang ini memiliki sejarah kota yang panjang. Tetapi malah tidak punya destinasi wisata sejarah yang sebenarnya itu bisa dijual ke wisatawan, seperti halnya Kota Tua di Jakarta, atau wisata sejarah kota di Semarang, atau Surabaya," ujar Lintang Kertoamiprodjoe, koordinator kegiatan Waktu Ruang Kayutangan 2.
Lintang dan teman-temannya memilih Kayutangan karena kawasan itu termasuk dalam pembentukan sejarah penataan kota di Indonesia seperti Semarang dan Surabaya. Di seputaran Kayutangan tersebar bangunan lawas, yang dibangun di jaman kolonial Hindia Belanda. "Kayutangan juga jalur pita, sebuah jalur perekonomian. Dibuktikan adanya Pasar Talun," paparnya.
Kegiatan Waktu Ruang Kayutangan hanya menjadi pembuka membangkitkan kampung wisata sejarah Kayutangan. Digelar selama tiga hari, berbagai kegiatan menarik dapat diikuti warga setempat dan masyarakat umum. Mulai dari workshop membatik dan urban farming, layar tancap, cangkruk kane, wayang suket, teater, drama kolosal, musik di kampung, bazar kuliner, dan pameran foto.
Baca Juga : Film Dokumenter The Beatles 'Get Back' Rilis September 2020
Yang menarik, foto-foto yang dipamerkan adalah karya anak-anak di kawasan Kayutangan. Kemarin (16/12/17), menggandeng komunitas foto Walkingalam dan Dari Masa Lalu, panitia mengadakan workshop fotografi untuk anak-anak.
Pada workshop tersebut, anak-anak yang tinggal di daerah Kayutangan tersebut diajak untuk memotret lingkungan tempat tinggal mereka. Berbekal kamera analog, anak-anak juga diajari memproses sendiri film negatif mereka untuk kemudian dipindai, dicetak, dan kemudian dipamerkan pada keesokan harinya.
"Memang salah satu tujuan proyek Waktu Ruang Kayutangan: Vol. 2 yaitu untuk mengenalkan kembali sejarah Kayutangan dan memantik semangat masyarakat sekitar, khususnya anak-anak mudanya, untuk lebih peduli terhadap sejarah kotanya," tambah Lintang.
Bukan hanya itu, menggandeng komunitas dongeng, anak-anak setempat juga diajak mengenal sejarah perjuangan pahlawan-pahlawan di Malang. Misalnya perjuangan pasukan TRIP.
Setelah sebelumnya diajari membuat mainan senapan dari kardus bekas, anak-anak tampak bersemangat mengikuti dongeng interaktif yang dilangsungkan di halaman rumah warga. (*)