dd nana
Tera Namamu
"Kegelisahanmu mengingatkanku Pada burung-burung migrasi yang membenturkan diri ke menara api pada malam-malam badai. (Montale)"
- Malam ini, rengkuh di tubuhmu bukan sepasang tanganku. Malam terkekeh begitu jenaka. Manusia.
Baca Juga : KITAB INGATAN 98
- Selalu ada yang tanggal. Tanggal-tanggal dalam kepala yang diganjilkan malam.
- Kelak, malam yang menuliskan puisi untukmu; agar gelap lebih genap di mata sucimu.
- Menghitung mundur, menuju silam. Matanya kembali malam.
- Begitu ramai nyalak anjing dalam kepala yang kembali malam.
- Maka, di daraslah setiap lengkung yang tak selalu pelangi. Selalu dengan tertatih dan nafas yang tersendak.
- Cinta seringkali menyaru aksara-aksara rumit yang menjengkelkan.
- Dalam kepala, kau perompak yang dipersilakan memporandakan segala isinya. Dengan ikhlas tanpa cemas
- Dalam puisi, kau menjadi lautan yang tak selesai ku gambar tepinya.
- Bulan bulat dan rindu yang mengakar, erat pada alun tubuhmu, pada lesung pipimu.
- Kita jatuh cinta, lalu menjadi pujangga. Tidak, katamu. Kita jatuh cinta, lalu menjadi kata-kata.
- Lalu, aku ingin menceritakanmu kepada ibu. Tentang lengkung sabit yang sama di bibirmu, yang dulu- pernah membuat ibu jatuh cinta pada ayahku.
- Ada yang membeli kesedihan dengan bungkus indah dan mahal. Lantas di simpannya dalam lemari berkaca. Serupa piala, serupa aku yang cedera.
- Siang ini, betapa ingin kuajak tuhan ngopi. di sebuah warung kecil dengan penjual berusia lansia.
- Semoga puisi tidak mengganggu mereka yang sedang merayakan bahagia. Disana.
- Kasmaran yang rupawan, sentuhan-sentuhan yang diakrabi kenangan. Peristiwa-peristiwa yang diawetkan musim penghujan. Kamu masih di sana, puan?
- Kita telanjang, tidak mencari ruang birahi, lagi. Tenang.
Baca Juga : KITAB INGATAN 95
- Tadi malam, rindu menyembuhkan demamnya sendiri. Adakah kau siapkan air hangat untuk meluruhkan gigilnya, puan.
- Cinta itu hujan dengan parasnya yang paling rupawan. Digenapkan Juni dengan bara yang selalu menyala dalam dada.
- Rindu, masih serupa kembang puteri malu, yang mekar dalam sentuhan pagi. Sepertiku.
- Rindu, katamu, serupa rahim dopamine. Menujumu, menujumu; selalu
- Pada tuhan yang mencipta ceruk, puisi selalu bisa sembunyi. Menunggu untuk mengkhianati, lagi.
- Di luar puisi, tak ada yang benar-benar bersuara, katamu. Seperti juga kita dan rindu-rindu yang diam di bawah bantal.
- Saat kau lelah mencintaiku, ingatlah pada akar yang mengkhidmati takdirnya. Merawat dengan adil segala yang tumbuh di atas dan sekitarnya.
- Mencintai aduhmu, sebelum taman surga begitu riuh, seperti ini. Sepi.
- Puisi yang mati serupa dada yang tak berpenghuni.
- Kau menabuh luka yang telah lama bisu dalam kepala.
- Pulanglah, pada asal bunyi. Serupa kayu kering yang disempurnakan derak. Di setubuhi bara api.
- Jemari pasi, hujan dan alun yang tak lagi di fahami. Kau, begitu gegas menghapus jejak puisi.
"Sudahlah, aku selalu kalah di namamu yang serupa pagi itu,".