MALANGTIMES - Terdengar unik atau aneh, mungkin, saat permasalahan terorisme yang terus menjadi hantu di Republik ini disandingkan dengan sesuatu yang terlihat jauh dari dunia penanganan teror, yaitu batik.
Ya, lewat Batik, Aniek Handajani memberikan alternatif penanganan terhadap permasalahan terorisme yang selama ini didekati dengan cara-cara konvensional oleh kepolisian.
Baca Juga : KITAB INGATAN 101
Pemikiran Aniek tentang batik anti terorisme ini dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Batik Antiterorisme: sebagai Media Komunikasi Upaya Kontra-Radikalisasi Melalui Pendidikan dan Budaya yang diterbitkan oleh UGM Press.
Menurut Aniek dalam bukunya yang awalnya merupakan karya ilmiah di maksudkan untuk menambah wawasan dan menjadi bahan diskusi masyarakat umum terkait dengan permasalahan terorisme dan upaya deradikalisasi lewat pendidikan dan budaya yang salah satunya melalui karya Batik Anti Terorisme.
"Tujuan dari buku ini untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dan mengajak secara komprehensif memahami bahaya aksi-aksi terorisme dengan label agama yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta upaya mitigasi gerakan radikal teroris lewat pendidikan dan penguatan budaya Indonesia,"tulisnya.
Terorisme yang menjadi salah satu tantangan serius dari proses demokratisasi di Indonesia pasca-Soeharto adalah menguatnya kelompok masyarakat berbasis politik dan radikalisme berlabel agama yang pada gilirannya mengancam realitas keberagaman suku, agama dan adat budaya di bumi Nusantara.
Radikalisme berdasar agama mengubah kekuatan sosial dari kelompok masyarakat menjadi kekuatan anti pluralisme dan multikulturalisme yang akhirnya mengancam semangat ‘Bhinneka Tunggal Ika’ Nusantara dan keutuhan NKRI.
"Banyak para teroris dipenjara bahkan ada yang mati dalam penyergapan polisi, tetapi tidak membuat teror berhenti di Indonesia,"kata Aniek.
Dalam buku yang dibandrol seharga Rp. 450 ribu via online ini, berbagai hal mengenai batik dipaparkan secara lugas. Pengertian , sejarah , keragaman batik nusantara, simbolisme dan filosofi , serta pembahasan Batik Anti Terorisme dapat menambah wawasan dan apresiasi pembaca tentang budaya adi luhung Nusantara.
Batik Antiteroris sebagai local wisdom nusantara bisa menjadi penjaga keharmonian dan kebudayaan dalam menghindari konflik dan terorisme. Dicontohkan Suku Samin di Jawa Tengah melalui sebuah batik. Batik dari Suku Samin, antara lain Sido Mukti yang berarti mulia, Sido Luhur yang berarti baik, dan Sido Teruntum yang berarti menuntun.
Melalui batik Suku Samin mengajarkan bagaimana manusia harus selalu menjaga hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam, sehingga kearifan lokal akan terus terjaga.
Baca Juga : KITAB INGATAN 100
Alasan dipilihnya batik sebagai upaya kontra-radikalisme karena batik adalah warisan adi luhung yang diakui oleh dunia. Batik merupakan media untuk mengkomunikasikan pesan-pesan. Simbolisme dan filosofi batik mencerminkan pesan yang ingin disampaikan oleh pemakainya.
Aniek mengatakan, “Secara simbolis, Batik Antiterorisme memiliki makna tersirat sebagai media untuk mengkomunikasikan pesan anti aksi-aksi terorisme”.
Dalam bukunya, Aniek mencontohkan juga salah satu motif batik Parang yang melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.
Ada juga motif empat punawakan dan ceplok yang menyimbolkan kesederhanaan sebagai ejawantah kebaikan. Di sisi lain terdapat juga motif batik Buto atau raksasa, yang memiliki makna kejahatan yang akan berakibat pada kesengsaraan.
Pada batik tersebut juga terdapat motif kupu-kupu yang bermakna bahwa manusia harus bisa bermetamorfosa, dari saat menjadi ulat dimana tidak disukai, menjadi kupu-kupu yang indah dan dapat terbang kemana-mana.
Selain berbagai motif dan filosofis batik, buku yang ditulis staff ahli bidang kurikulum Gubernur Jatim ini juga mengungkapkan segi historis dari batik itu sendiri.
“Batik sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Batik mulanya muncul dari Jawa. Lalu kemudian menyebar ke seluruh nusantara. Sehingga setiap daerah di Indonesia memiliki khas batik masing-masing. Seperti contohnya di Sumatera itu disebut songket,” tulis Aniek.