BAGI Dedi Widianto dan Gaharu Jabal, Collabor Action ‘Music Photography Exhibition’ merupakan kebanggaan tersendiri. Pasalnya, kedua mahasiswa itu butuh waktu empat tahun mengumpulkan hasil jepretannya.
Ketertarikan Dedi berawal sejak dirinya masuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Saat itulah ia intens melakukan hunting saat konser musik digelar, baik di lingkungan sekolah, kampus dan even tahunan.
Tak mudah mengumpulkan ratusan karya. Meskipun mendapat dukungan orang tua dan kerabat, namun selama memburu konser musik, ia kerap kali dihadapkan berbagai masalah. Seperti, baterai dan memori kamera ketinggalan di rumah.
Bahkan, ia seringkali berebut dan desak-desakan dengan penonton guna mengambil momen di atas panggung.
“Saya juga pernah diusir petugas gara-gara lupa bawa id card,” ungkapnya, sembari tersenyum.
Panggung musik, jelas dia, merupakan salah satu setting penting dalam visualisasi foto musik. Menurutnya, beragam adegan sarat emosi, ekspresi, apresiasi serta berbagai momen penting.
Di sisi lain, di dalamnya juga ada interaksi, komunikasi dan penyampaian pesan.
Di Indonesia, foto musik baru muncul tahun 1970-an. Bahkan, even musik di sekolah dan kampus semakin semarak.
“Paling seru pas ngambil momen foto band rock dan metal, mereka lebih banyak gerak dan ekspresinya dapat,” paparnya.
Sementara itu, Gaharu Jabal, mengakui, kali pertama bertemu Dedi Widianto, saat tergabung dalam proyek media musik digital, anekdotmagz.com.
“Kalau Dedi kebetulan Jurusan Seni dan Desain UM, saya Jurusan Ilmu Komunikasi UMM. Karena dirasa cocok, maka kami buat even ini,” ceritanya.
Sekalipun baru pertama kali, tambah dia, tetap mendapat sambutan bagus pecinta musik dan fotografi. Kebanyakan dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
“Ke depan kami akan tampilkan karya yang lebih baik lagi, kalau sekarang dinilai amatir, kami tetap bangga karena merupakan karya sendiri,” tutupnya.