MALANGTIMES- Sebelum adanya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, desa serupa wilayah yang tidak bertuan. Pengelolaan desa setengah hati bahkan sekedar sebagai objek politik semata. Ibaratnya mati segan, hidup tidak mau. Dalam aspek penyelenggaraan Pemdes, Pembangunan, Pembinaan dan Pemberdayaan, desa selalu menjadi objek karena berbagai keterbatasannya.
“Kalaupun ada program-program masuk desa, seperti PNPM, pola pendampingannya bersifat hirarkhis. Artinya pengetahuan dan kebenaran mengalir satu arah dari atas ke bawah (up-bottom). Sehingga desa tetap menjadi objek,” kata Hanibal Hamidi, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendesa, dalam acara Seminar Kedaulatan Desa, di Universitas Islam Raden Saleh Kepanjen Minggu (24/07/2016).
Baca Juga : Pro Kontra Mudik saat Pandemi Covid 19, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Angkat Bicara
Dengan berjalannya UU No. 6 / 2014, di mana desa dinaungi UU Desa dan ada Kementerian yang menangani secara penuh keberadaan desa baik dalam bidang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaannya diharapkan desa secepatnya menjadi mandiri dan menjadi subjek dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
“Ibaratnya, dengan adanya UU Desa, Kita adalah pemilik desa yang selama ini belum maksimal pengelolaan dan penanganannya. Tentunya, kita sebagai kementerian yang baru berdiri di Era Pemerintahan Pak Jokowi masih banyak kekurangan di sana sini,” tegas Hanibal Hamidi.
Dalam rangka memformulasikan terbentuknya desa-desa mandiri, Kemendesa PDTT telah melakukan berbagai upaya, salah satu pilihan strategis Kemendesa dalam rangka tersebut adalah adanya pendamping desa.
“Kita tinggalkan cara lama dalam pendampingan. Pendamping desa setara dengan yang didampingi. Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Dialektika harus jadi landasan pendamping dengan yang didampingi. Sekali lagi sifatnya tidak hirarkhis, ” tegas Hanibal Hamidi.
Dengan dana 2 Triliun pertahun yang diperuntukkan bagi gaji para pendamping serta adanya peningkatan-peningkatan kapasitas, Kemendesa berharap pilihan strategis dengan adanya pendamping desa mampu mewujudkan Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa.
“Rencananya 2 minggu ke depan, sekitar 30 ribu pendamping desa akan segera diterjunkan dalam rangka mengawal perubahan desa. Tentunya kita berharap seluruh elemen, baik Kampus, LSM, tokoh agama, dan lembaga-lembaga pemerintahan, ikut serta dalam mewujudkan desa mandiri,” kata Hanibal Hamidi. (*)