6 Mahasiswa UNEJ Raih Penghargaan BRIN Lewat Dokumenter Ritual Hodo Situbondo, Dua Putra Daerah Turut Ambil Bagian

26 - Nov - 2025, 10:05

Mahasiswa Program Studi (Prodi) Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Jember (UNEJ) saat melakukan produksi film Dokumenter Hodo. (Foto: Wisnu Bangun Saputro/ JATIMTIMES)

JATIMTIMES - Sebuah karya dokumenter bertema kearifan lokal asal Kabupaten Situbondo kembali mengharumkan nama daerah. Film dokumenter berjudul “The Hodo: Memanggil Langit Untuk Tanah” berhasil meraih penghargaan dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal Bentuk Karya Audiovisual Periode III Kelompok 3 Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Film tersebut merupakan hasil karya enam mahasiswa Program Studi (Prodi) Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Jember (UNEJ). Dua dari enam kreatornya, yakni Ghina Obadiah dan Muhammad Hesa Maulana, adalah mahasiswa asli Kabupaten Situbondo yang memiliki kedekatan langsung dengan tradisi dan masyarakat di balik ritual Hodo.

Baca Juga : Dari Aduan Menjadi Aksi: Pemkot Blitar Perkuat SP4N-LAPOR! dan Kanal ‘Sapa Mas Wali’

Penghargaan dari BRIN ini diumumkan resmi melalui surat elektronik yang diterima para kreator pekan ini. BRIN menyampaikan bahwa film tersebut telah lolos tahapan seleksi, kurasi, dan penilaian yang dilakukan oleh Direktorat RMPI. Karya ini dinilai berhasil memvisualisasikan pengetahuan lokal secara kuat dan relevan bagi pengarsipan budaya nasional.

Program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN merupakan agenda pemerintah untuk mendokumentasikan pengetahuan tradisional, budaya, serta praktik leluhur Nusantara. Karya yang terpilih dinilai memiliki signifikansi besar dalam memperkuat basis data pengetahuan nasional serta melestarikan warisan budaya masyarakat.

Film dokumenter ini menyoroti ritual Hodo, tradisi masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo sebagai ungkapan permohonan hujan sekaligus bentuk harmonisasi dengan alam. Melalui pendekatan visual yang puitis dan riset lapangan yang mendalam, film ini dinilai mampu memperkenalkan tradisi yang selama ini jarang terdokumentasikan secara profesional.

Ghina Obadiah, selaku Tim Riset, menyampaikan bahwa keterlibatan langsung dalam proses pendokumentasian tradisi Hodo menjadi pengalaman berharga.

“Kami turun langsung ke kampung, berdialog dengan tetua adat, dan menggali cerita-cerita yang selama ini hanya diwariskan secara lisan. Sebagai warga Situbondo, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan tradisi Hodo tetap tercatat dan dikenal generasi berikutnya,” ujar Ghina saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (26/11/2025).

Sementara itu, Muhammad Hesa Maulana yang berperan sebagai Director of Photography (DOP), menuturkan bahwa pengambilan gambar ritual Hodo membutuhkan ketelitian dan rasa hormat mendalam.

“Ritual Hodo memiliki atmosfer sakral. Saya harus menangkap momennya tanpa mengganggu jalannya upacara. Ketika akhirnya film ini diapresiasi BRIN, ini bukan hanya kebanggaan bagi tim, tapi juga bentuk penghormatan untuk budaya Situbondo,” katanya.

Baca Juga : Puguh DPRD Jatim Serukan Aktualisasi Makna Guru Digugu lan Ditiru

BRIN memberikan insentif apresiasi kepada para kreator atas terpilihnya film dokumenter ini dalam program akuisisi. Insentif tersebut diharapkan dapat menjadi dorongan agar para mahasiswa dan kreator muda terus menghasilkan karya berdampak, terutama dalam pelestarian pengetahuan lokal.

Pihak Prodi Televisi dan Film FIB UNEJ menyampaikan apresiasi atas prestasi ini. Mereka menilai bahwa pencapaian tersebut membuktikan kemampuan mahasiswa dalam mengolah isu budaya menjadi karya audiovisual yang kuat, bermutu, dan bernilai bagi masyarakat luas.

Keberhasilan film The Hodo: Memanggil Langit Untuk Tanah tidak hanya membanggakan Universitas Jember, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat Situbondo. Tradisi Hodo kini terdokumentasikan dengan baik dan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi mendatang.

Para kreator berencana membawa film dokumenter ini ke berbagai festival film dan forum kebudayaan di tingkat nasional maupun internasional. Harapannya, tradisi Hodo dapat semakin dikenal dan dihargai sebagai salah satu kekayaan budaya Situbondo yang perlu dijaga kelestariannya.