IC-ISLEH 2025: Alarm Akademisi UIN Malang soal Bias AI dan Merosotnya Nalar Manusia

Editor

Yunan Helmy

25 - Nov - 2025, 03:42

Gelaran The 4th International Conference on Islam Science Language Law Education Economics and Humanity (IC-ISLEH) 2025 di Kampus Ulul Albab. (ist)

JATIMTIMES - Di tengah hiruk-pikuk ambisi teknologi yang berlari tanpa rem, para akademisi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim UIN Maliki) Malang justru hadir dengan catatan-catatan kritis yang terasa seperti alarm dini.  Catatan itu terkait artificial intelligence (AI) yang memang menggoda, tetapi juga membawa konsekuensi yang harus dihadapi dengan kepala dingin dan nalar kuat.

Inilah napas utama yang mewarnai The 4th International Conference on Islam Science Language Law Education Economics and Humanity (IC-ISLEH) 2025, konferensi internasional yang digelar belum lama ini di Kampus Ulul Albab.

1

Meski konferensi ini menerima 235 paper untuk dipresentasikan, dipilih dari 310 naskah yang masuk, yang paling menonjol bukan jumlahnya, tapi kecemasan intelektual yang tumbuh bersama teknologi itu sendiri.

Baca Juga : Aksi Pencegahan Perundungan, Polresta Malang Kota Masuk ke Sekolah-Sekolah

Prof Dr H Agus Maimun MPd, direktur Pascasarjana UIN Malang, menjadi tokoh pertama yang mengangkat isu ini. Ia tidak sekadar memuji potensi AI, melainkan menyoroti betapa forum ilmiah seperti IC-ISLEH harus menjadi ruang untuk menyaring ulang arah perkembangan teknologi.
“Konferensi ini penting untuk memastikan bahwa kita tidak hanya ikut arus perkembangan AI, tetapi ikut mengarahkan bagaimana teknologi itu seharusnya bersinggungan dengan nilai dan keilmuan,” ungkapnya.

Pernyataan itu membuka pintu bagi diskusi lebih dalam tentang hubungan antara mesin, manusia, dan etika yang sering tertinggal. Titik kritis paling kuat datang dari Wakil Rektor Bidang Akademik Drs H Basri Zain MA PhD. Berbicara mewakili rektor, ia mengurai paradoks yang terjadi di kampus-kampus: AI memudahkan segala hal, namun di saat yang sama membuat manusia kian malas berpikir.

2

“AI sangat penting, tetapi AI bukan segalanya,” tegas Basri.

Ia mengingatkan bahwa tidak semua data yang diproduksi sistem kecerdasan buatan dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, ia menyebut fenomena yang mulai mengkhawatirkan: budaya menulis meningkat karena AI memudahkan produksi teks, sementara budaya membaca justru menurun drastis.

“Kalau kita menyerahkan proses berpikir sepenuhnya pada mesin, nalar kritis manusia akan makin tumpul,” katanya.

Baca Juga : Kapan Pengangkatan PPPK Paruh Waktu 2025? Ini Penjelasan Terbaru dari BKN dan Aturan Resminya

Catatan-catatan ini menunjukkan bahwa para akademisi UIN Maliki Malang tidak sedang terpukau pada teknologi, melainkan justru mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit: sampai di mana AI bisa dipercaya? Apa risiko ketika perguruan tinggi mulai merelakan sebagian proses intelektual kepada algoritma?

Dalam jalannya konferensi, forum berubah menjadi ruang dialektika yang hidup. Para pemakalah dari berbagai negara membahas isu etika digital, bias algoritma, sampai bagaimana nilai-nilai Islam dapat memberi rambu moral bagi teknologi yang berkembang tanpa menunggu persetujuan manusia.

Lewat IC-ISLEH 2025, UIN Maliki Malang ingin menegaskan sebuah pesan sederhana namun genting. Sebelum teknologi melesat lebih jauh, manusia perlu kembali memeriksa kompas moralnya dan mengingatkan diri bahwa kecerdasan mesin bukan alasan untuk melumpuhkan kecerdasan manusia.