UIN Malang Gelar Halaqah, Rumuskan Arah Baru Tata Kelola Pesantren yang Unggul dan Mandiri

24 - Nov - 2025, 12:51

Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jendral Pesantren di UIN Maliki Malang (foto: Anggara Sudiongko/MalangTimes)

JATIMTIMES - Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang kembali menempatkan dirinya di garda depan penguatan pendidikan Islam. Kampus hijau di Jalan Gajayana itu, Senin (24/11/2025) menggelar Halaqah nasional bersama Direktorat Jenderal Pesantren Kementerian Agama RI, sebagai langkah strategis untuk memperkuat tata kelola pesantren yang lebih mandiri, modern, dan berkelanjutan.

Momentum ini bukan hanya acara seremonial, tetapi ruang pertemuan gagasan antara kampus, pemerintah, dan para pengasuh pesantren dalam merespons perubahan zaman yang makin cepat.

Baca Juga : Kalender Jawa Weton Senin Kliwon 24 November 2025: Hari Baik Menyatukan Pasutri yang Bertengkar

Kegiatan yang dipusatkan di Aula Lantai 5 Gedung Rektorat UIN Maliki Malang tersebut menghadirkan deretan tokoh nasional, pimpinan pesantren besar, hingga 200 pengasuh pesantren dari Malang Raya dan berbagai daerah di Jawa Timur. Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa pesantren memerlukan ruang kolaborasi yang lebih luas untuk memperkuat posisi dan perannya dalam pendidikan Islam di Indonesia.

1

Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si, menegaskan bahwa penguatan tata kelola pesantren merupakan bagian penting dari transformasi pendidikan Islam. Ia menilai pesantren tidak boleh hanya berdiri sebagai institusi tradisi, tapi harus mampu membaca arah zaman, memperkuat identitas keilmuan, dan membuka diri pada perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat.

“Pesantren harus tetap tegar menjaga tradisi keilmuannya sekaligus adaptif terhadap perubahan. UIN Maliki Malang akan terus berada di garis depan untuk mendorong pesantren menjadi lebih mandiri dan relevan,” ujarnya.

1

Prof. Ilfi juga menyampaikan kembali pandangan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasruddin Umar, MA, yang menilai pendirian Direktorat Jenderal Pesantren sebagai langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan mutu dan tata kelola pesantren, lembaga pendidikan Islam yang selama berabad-abad menjadi pilar peradaban Nusantara.

Lebih lanjut, Prof. Ilfi mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut membangun ruang pemikiran yang sehat dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa kampus, meski merupakan institusi pemerintah, hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, mulai dari penguatan literasi, kebahasaan, hingga pemberdayaan pendidikan. “Kita hadir untuk masyarakat. Kampus ini harus menjadi ruang yang hidup, yang membantu dan memberdayakan. Bahkan dalam pengembangan bahasa Indonesia, kita punya tugas kebangsaan untuk memperkuat identitas generasi,” tuturnya.

2

Dr. Akhmad Sruji Bahtiar, M.Pd.I, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur yang hadir mewakili Dirjen Pendidikan Islam, melontarkan pesan tegas mengenai arah baru pengelolaan pesantren. Baginya, dinamika pesantren hari ini bukan lagi sebatas urusan pembelajaran klasik, tetapi soal keberanian berinovasi, mampu merespons zaman yang bergerak cepat dan kebutuhan masyarakat yang makin berlapis.

Ia menegaskan bahwa pesantren harus sigap membaca perubahan: kurikulum yang terus diperbarui, literasi digital yang tidak bisa ditawar, hingga tata kelola modern yang mampu memastikan lembaga tetap relevan. Dalam pandangannya, teknologi bukan lawan tradisi, tetapi alat yang bisa menopang kekuatan pesantren agar tumbuh lebih kokoh.

“Tantangan pesantren hari ini bukan hanya memperkuat kurikulum, tetapi juga soal kemampuan beradaptasi dengan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang makin kompleks. Pemerintah akan terus memperluas dukungan, mulai layanan publik, peningkatan mutu pendidikan, sampai pengembangan ekosistem pesantren berbasis digital,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa perhatian pemerintah terhadap pesantren hari ini tidak berhenti pada retorika. Ada rangkaian regulasi dan program yang telah disiapkan negara sebagai fondasi keberlanjutan. Mulai dari penetapan Hari Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi historis pesantren dan ulama; keberadaan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang mengukuhkan pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat yang memiliki kekhasan dan kemandirian; hingga Keputusan Presiden mengenai Pendanaan Pesantren yang membuka skema pembiayaan lebih stabil bagi penguatan program-program pesantren.

Baca Juga : Anak Madrasah Bicara Sains: Tim MAN 1 Kota Malang Torehkan Perak di OPSI 2025

Tak berhenti di tingkat nasional, regulasi turunan di provinsi dan kabupaten/kota juga lahir untuk memperkuat dukungan pemerintah daerah, mulai dari peningkatan kualitas layanan pendidikan, perluasan fasilitas kesehatan gratis bagi santri, hingga bantuan infrastruktur digital yang menjadi kebutuhan mendesak lembaga pendidikan saat ini.

Pelibatan pesantren dalam berbagai program nasional, seperti Makan Bergizi Gratis, Cek Kesehatan Gratis, hingga intervensi berbasis kesejahteraan lainnya, diakuinya sebagai langkah konkret negara dalam memastikan pesantren memiliki daya saing dan keberlanjutan yang kuat.

“Kami sangat berterima kasih atas dukungan Presiden Prabowo Subianto terhadap penguatan pendidikan Islam. Ini menjadi energi besar bagi pesantren agar terus berkembang dan melahirkan generasi yang tangguh,” tambahnya.

Halaqah ini menjadi titik temu antara pemikiran akademik, visi pemerintah, dan pengalaman para pengasuh pesantren. Dari sini diharapkan lahir rumusan kebijakan yang lebih solid untuk memperkuat pesantren sebagai institusi pendidikan yang mandiri, visioner, dan tetap berakar pada tradisi. Dengan dukungan lintas elemen, forum ini menjadi langkah nyata menuju masa depan pesantren yang lebih modern, responsif, dan berdaya saing, tanpa kehilangan jati diri keilmuan Islam yang telah mengakar kuat di Indonesia.

Sejumlah tokoh nasional turut menyemarakkan halaqah, termasuk Dr. (HC) Drs. H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si, Dr. Drs. Ismail Cawidu, M.Si, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA, Prof. Dr. H. Amien Suyitno, M.Ag, Dr. H. Basnang Said, M.Ag, Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA, Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa, M.Si., M.Hum, serta Prof. Dr. H.M. Zainuddin, MA. Keterlibatan mereka memperlihatkan bahwa pembenahan pesantren kini menjadi agenda nasional yang membutuhkan pikiran kolektif.