NU Surabaya Soroti Disparitas Sekolah Umum dan Pesantren, Komisi X DPR RI Carikan Solusi

13 - Oct - 2025, 10:21

Ketua PCNU Surabaya, H. Masduki Toha dan Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti

JATIMTIMES - Menjelang perayaan Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada 22 Oktober, PCNU Surabaya menyoroti disparitas atau jurang perbedaan fasilitas antara sekolah umum dengan pondok pesantren yang cukup menganga lebar.

Menurut Ketua PCNU Surabaya, H. Masduki Toha perbedaan fasilitas antara sekolah umum dengan pondok pesantren sangat lah besar. Sehingga akhirnya ada kejadian ponpes yang ambruk bangunannya dan hingga memakan puluhan korban jiwa di Al-Khoziny, Sidoarjo.

Baca Juga : Bank Jatim Cabang Batu dan UM di Gelaran Fun Walk: Kolaborasi Strategis yang Tumbuh dari Langkah Sehat

"Betul-betul ngaca dengan kaca kaca mata besar. Apa yang diperbuat oleh pemerintah dengan pesantren yang begitu jasanya luar biasa kepada Republik ini," ujarnya.

Masih kata Masduki Toha ada ketidakmampuan pemerintah dalam mengayomi dunia ponpes. "Sementara pemerintah mampu mendirikan sekolah-sekolah yang begitu hebatnya gedung-gedung yang tinggi, macam-macam," lanjutnya.

Hanya saja bagi Abah Masduki sapaan akrabnya hal ini semacam juga melupakan sejarah. "Yang namanya orang-orang yang punya peradaban di pesantren ini, maka bisa-bisa berkurang. Maka saatnya ya yang apa dikatakan oleh Pak Menteri PU akan memverifikasi tentang bangun pesantren," tegasnya.

Jika memang nanti ditemukan ada bangunan kurang layak, Masduki mendukung agar dilakukan pembongkaran dan dibantu diberi bangunan baru. "Jangan dibebankan. Iya kalau pesantren yang punya duit," bebernya.

Masduki menambahkan jika pemerintah memang hadir berarti satu persoalan terselesaikan. "Inilah harapan kami kesenjangan-kesenjangan itu harus semakin akan berkurang. Dengan demikian sesuai harapan kita," imbuhnya.

Senada adanya kasus ambruknya bangunan di Ponpes Khoziny yang menimbulkan 63 korban santri meninggal dunia menjadi perhatian serius pihak Komisi X DPR RI yang membidangi dunia pendidikan. 

Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti menyampaikan harus ada evaluasi dan juga perbaikan. "Pemerintah harus maksimal untuk kemudian melindungi dan kemudian memberikan program-program bantuan," ujarnya.

Menurut perempuan yang terpilih lewat Dapil Surabaya dan Sidoarjo ini  harus ada evaluasi pada sisi apa yang menjadi sebab. "Ini menjadi evaluasi juga buat pemerintah daerah dalam memberikan layanan kemudahan. Biasanya biayanya (mengurus IMB) enggak mahal, tapi mahalnya nanti di konsultan. Nah, tidak semua kemudian bisa membayar konsultan," tegas Reni.

Baca Juga : Soal Minimarket Baru Diduga Tak Berizin, Pemkot Malang Diminta Pertegas Regulasi Jarak Antar Minimarket

Menurut dia pemerintah daerah harus hadir untuk memberikan layanan yang mudah dan terjangkau. "Agar kemudian semua orang yang mau membangun itu tidak lagi berpikir ah engko ngurusi angel, ah engko bayari mahal dan sebagainya," lanjutnya.

Ke depan Reni berharap ada regulasi khusus untuk lembaga pendidikan pesantren untuk mendapatkan kemudahan layanan. Sebab Ponpes bukan lah lembaga profit melainkan juga dunia pendidikan.

Masih kata Reni, Ponpes maupun lembaga pendidikan sebenarnya bisa saja mengajukan bantuan revitalisasi pembangunan ke pemerintah pusat. Asalkan bangunan memang betul sangat tidak layak. 

"Kalau untuk pesantren saya kira dari Kementerian Agama juga di sini ada program. Jadi harus ada intervensi, kenapa? Karena yang ada di situ anak-anak Indonesia. Yang ada di situ santri-santri itu kan anak-anak kita, di mana anak-anak di dalam undang-undang perlindungan anak, dia punya hak," imbuhnya.

"Hak untuk mendapatkan rasa aman, hak untuk mendapatkan keselamatan, itu haknya anak-anak. Di mana pun. Apalagi di negara ini," pungkas Reni.