Berapa Tarif Sewa Sound Horeg yang Kini Diharamkan MUI? Ini Faktanya!

Reporter

Binti Nikmatur

Editor

A Yahya

28 - Jul - 2025, 03:55

Potret sound horeg. (Foto: TikTok)

JATIMTIMES - Belakangan ini, tren penggunaan sound horeg kembali jadi sorotan setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaannya. Meskipun populer di sejumlah daerah sebagai hiburan rakyat, sistem suara dengan dentuman super kencang ini dinilai lebih banyak menimbulkan mudarat ketimbang manfaat.

Namun tahukah kamu, biaya untuk membuat hingga menyewa sound horeg ternyata tidak murah?

Baca Juga : 5 Contoh Proposal Kegiatan 17 Agustus untuk RT, Sekolah, hingga Karang Taruna

Istilah sound horeg merujuk pada sistem tata suara dengan volume dan bass yang ekstrem. Kata "horeg" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti bergetar, menggambarkan kekuatan suaranya yang bisa membuat lantai bergetar, kaca berderak, hingga genteng rumah seperti ingin copot.

Biasanya, sound horeg digunakan dalam acara karnaval, konvoi, hingga pesta hajatan. Sistem ini bahkan kerap dipamerkan antar komunitas sebagai bentuk adu gengsi, siapa yang punya suara paling lantang dan instalasi paling mencolok.

Untuk merakit satu set sound horeg standar, dibutuhkan dana sekitar Rp200 juta hingga Rp400 juta. Tapi bagi sebagian pelaku industri sound system, angka ini bisa jauh lebih besar.

Salah satu pemilik vendor sound horeg asal Jawa Timur, Mas Brewog, bahkan mengaku menggelontorkan hingga Rp1 miliar demi membangun satu truk sound horeg. Sementara vendor lain seperti Blizzard Audio mengklaim investasi mereka bisa mencapai Rp5-10 miliar, termasuk sistem pencahayaan mutakhir.

Kalau soal sewa, tarifnya juga cukup bervariasi. Beberapa vendor mematok harga mulai dari Rp7 jutaan, namun bisa melonjak hingga puluhan juta rupiah tergantung permintaan.

Faktor-faktor yang memengaruhi harga sewa antara lain spesifikasi peralatan, tambahan lighting, hingga kebutuhan akan DJ dan penari jalanan. Semakin kompleks permintaannya, semakin mahal pula biayanya.

Menariknya, di beberapa daerah seperti Kecamatan Ngajum (Kabupaten Malang) dan Kota Lawang, Jawa Timur, penyewaan sound horeg justru digratiskan. Warga setempat menganggap sound horeg sebagai bentuk hiburan kolektif yang tak perlu dikomersialkan.

Meskipun punya sisi budaya yang menarik, seperti kreativitas merakit speaker dan amplifier secara manual, penggunaan sound horeg tetap menuai kontroversi, terutama karena dampak kesehatan dan lingkungan.

Baca Juga : Pencuri Gasak HP di Dasbor Motor Sempat Viral, Diringkus Polisi saat Perbaiki Sound

Menurut WHO, ambang batas aman intensitas suara adalah 85 desibel (dB). Namun, dalam praktiknya, suara yang dihasilkan sound horeg bisa mencapai 135 dB, jauh melebihi batas tersebut. Tak hanya mengganggu kenyamanan, paparan suara sekeras ini juga berisiko menimbulkan kerusakan permanen pada pendengaran, bahkan berpotensi mengganggu saraf otak jika terpapar secara terus-menerus.

Bukan cuma soal telinga berdenging atau gatal, dalam kondisi parah bisa menyebabkan tuli permanen. Belum lagi, kerasnya dentuman juga bisa memicu kerusakan fisik rumah warga, seperti retak pada tembok dan kaca jendela pecah.

Melihat dampak negatifnya, MUI Jawa Timur akhirnya menerbitkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg. Keputusan ini tidak diambil secara tiba-tiba. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, mengatakan bahwa sebelum fatwa dikeluarkan, telah dilakukan kajian mendalam melibatkan berbagai pihak, mulai dari pakar kesehatan, masyarakat, hingga pelaku usaha.

"Dan dari hasil penelaahan itu, terbukti bahwa kemampuan orang untuk mendengar, itu melebihi dari apa yang terdengar melalui sound horeg itu. Artinya, kekuatan suara yang dikeluarkan oleh sound horeg itu berdampak nyata terkait dengan kesehatan seseorang," ujar Asrorun Niam. 

Ia juga menambahkan bahwa persoalan ini tak semata soal kesehatan, tetapi juga menyangkut kerusakan lingkungan dan terganggunya ketertiban umum.
"Karena itu pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk membangun harmoni di tengah masyarakat dan mencegah seluruh aktivitas yang bisa merusak harmoni dan juga merusak kenyamanan dan juga ketertiban umum," lanjutnya.

Asrorun menekankan bahwa fatwa ini bukan berarti melarang penggunaan sound system secara total. "Intinya bukan sound-nya. Kalau sound-nya digunakan untuk kepentingan hal yang baik dan tidak merusak, kemudian diputar pada waktu yang tepat, tidak mengganggu masyarakat, maka itu tentu dibolehkan ya," pungkas Asrorun.