Apakah Keputihan Bisa Membatalkan Puasa dan Salat? Ini Jawabannya
Reporter
Mutmainah J
Editor
Nurlayla Ratri
21 - Mar - 2024, 09:15
JATIMTIMES - Keputihan saat puasa bukanlah sesuatu yang dapat dihindari bagi sebagian perempuan. Itu karena keputihan adalah kondisi fisiologis perempuan yang dapat terjadi di setiap bulan.
Mengutip buku Penyuluhan Kesehatan dalam Siklus Hidup Perempuan karya Rosa Mutianingsih keputihan adalah keluarnya cairan dari alat genital perempuan yang berwarna bening. Dalam keadaan normal, keputihan merupakan bentuk perlindungan tubuh terhadap infeksi.
Baca Juga : Viral Jamaah Tarawih di Masjid Kabupaten Malang Dapat 'THR'
Lantas bagaimana hukum keputihan pada saat puasa? Apakah perempuan yang mengalami keputihan harus membatalkan puasanya? Simak penjelasannya berikut ini.
Hukum Keputihan Saat Puasa
Menukil buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu'man, para ulama membedakan antara keputihan yang keluar dari dalam kemaluan dan keputihan yang keluar dari permukaan bagian luar kemaluan. Disebutkan dalam al-Mausu'ah al-Fiqhiyah,
"Mayoritas ahli fiqih keputihan yang keluar dari dalam kemaluan najis karena itu merupakan cairan yang keluar dari dalam. Adapun yang keluar dari bagian permukaan, yaitu yang wajib dibasuh ketika mandi, maka itu menjadi suci. Abu Hanifah dan Hanabilah mengatakan bahwa keputihan adalah suci secara mutlak."
Dikutip dari buku 125 Masalah Thaharah karya Muhammad Anis Sumaji, para ulama mengkategorikan keputihan dalam darah penyakit atau masuk dalam kategori istihadhah. Darah istihadhah adalah salah satu jenis darah dari tiga jenis darah wanita, selain haid dan nifas.
Orang yang sedang mengalami istihadhah tidak diwajibkan untuk mandi junub atau mandi wajib, hanya diwajibkan untuk berwudhu. Selain berwudhu, keputihan yang dimaknai sebagai darah istihadhah juga wajib dibersihkan.
Pendapat lain dijelaskan dalam Fikih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany. Para ulama memperselisihkan sifat dari keputihan atau ifrazat, apakah disamakan dengan madzi dan irq (cairan kemaluan) atau dengan mani.
Asy Syairazi bersikukuh menyebutnya najis karena lebih dekat jenisnya dengan madzi, sedangkan Baghawi dan ar-Rafii berpendapat ifrazat adalah suci. Imam Syafi'i juga berpendapat bahwa status ifrazat adalah suci.
Dari pernyataan tersebut diketahui masih terdapat perbedaan pendapat mengenai najis tidaknya keputihan. Akan tetapi, pendapat yang menyebutkan bahwa keputihan termasuk najis juga memberi keterangan bahwa muslimah yang mengalami keputihan tidak diharuskan mandi wajib.
Itu berarti, keputihan dapat dibedakan dengan haid dan nifas yang disyariatkan untuk mandi wajib. Dengan kata lain, keputihan tidak membatalkan puasa. Wallahu a'lam.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Mengutip buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan karya Abu Maryam Kautsar Amru, 5 hal yang disepakati ulama sebagai pembatal puasa yaitu:
1. Makan dan Minum dengan Sengaja
Baca Juga : 7 Tanaman Hias yang Meningkatkan Kelembapan Udara di Rumah
Makan dan minum dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Adapun jika seseorang makan dan minum dengan tidak sengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasanya.
2. Muntah dengan Sengaja
Muntah dengan sengaja juga termasuk perkara yang membatalkan puasa. Adapun, jika muntah tidak disengaja maka tidak membatalkan puasa. Misalnya muntahnya wanita hamil yang mengalami morning sickness. Orang yang muntah dengan sengaja wajib mengqadha puasa, sebagaimana dikatakan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya yang diterjemahkan Abu Syauqina yang bersandar pada sabda Rasulullah SAW,
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
Artinya: "Barang siapa yang (terpaksa) muntah, maka ia tidak berkewajiban mengqadha (puasa). Tetapi barang siapa yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban mengqadha (puasa)." (HR lima imam hadits, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa'i)
3. Mengalami Haid dan Nifas bagi Wanita
Wanita yang mengalami haid dan nifas ketika berpuasa maka puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan.
4. Melakukan Jimak
Jimak atau hubungan suami istri baik hingga keluar air mani ataupun tidak keluar air mani dapat membatalkan puasa. Adapun jimak yang dilakukan pada waktu siang hari di bulan Ramadan hukumnya haram, sedangkan jimak pada malam hari di bulan Ramadan diperbolehkan.
5. Murtad atau Keluar dari Islam
Orang yang keluar dari Islam maka puasanya batal, demikian juga kewajiban puasanya. Empat mazhab sepakat Islam menjadi syarat wajib puasa Ramadan.