Tahukah Kamu Kaum LGBTQ Punya Bulan Suci?
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
29 - Jul - 2023, 10:20
JATIMTIMES - Sama seperti umat Islam yang punya bulan suci Ramadhan, kaum lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ) juga memiliki bulan yang diagungkan menurut mereka.
Menurut akun TikToknya @shifrun, Ustaz Ridwan Kholid atau akrab disapa Bang Shifrun menjelaskan jika bulan yang diagungkan oleh kaum LGBTQ adalah bulan Juni. Asal-muasalnya adalah pada kisaran tahun 1950 sampai 1960, di Amerika Serikat kaum LGBTQ masih dianggap tabu, ilegal, bahkan kriminal.
Baca Juga : 5 Rekomendasi Tempat Berendam Air Hangat yang Nyaman di Malang Raya
"Sehingga tidak memiliki tempat. Nggak terima ini secara umum. Yang pada akhirnya mereka mau tidak mau memilih untuk diam menyendiri dan bergerak secara sembunyi-sembunyi, di bawah tanah sesama mereka untuk mengurangi ketegangan atau hanya untuk sekedar demi keselamatan pribadi," jelas dia.
Lebih lanjut, Bang Shifron menjelaskan melalui dengan lobi-lobi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui backup para mafia, pada akhirnya komunitas sesama LGBTQ ini berhasil menjadikan sebuah bar bernama Stonewall. Bar ini dijadikan sebagai markas untuk tempat ngumpul komunitas mereka.
"Sekaligus markas untuk nyebarin opini. Termasuk juga mengekspresikan diri. Jadi dalam situ, ada ngedate, berdansa lengkap dengan bobodancer, boboboy dan macam-macam lah," jelas dia.
Lantas pada 1969, Stonewall ini digerebek oleh polisi divisi moral. Di mana pada saat itu, polisi masih menganggap penting untuk urusan moral ini. Singkat cerita tertangkaplah 200 orang yang ada di bar tersebut.
"Yang tidak sedikit didapati wanita berpakaian pria dan pria berpakaian layaknya wanita. Hal ini akhirnya memicu ketegangan dan pada akhirnya dimanfaatkan oleh kaum LGBTQ, khususnya di New York untuk mengadakan aksi penolakan terhadap hal tersebut," ungkap Bang Shifron.
"Seraya menyerukan untuk keluar semua terhadap sesama mereka dan juga para simpatisannya dan ternyata jumlah mereka yang keluar pada akhirnya enggak sedikit, hingga akhirnya kita tahulah terjadilah kerusuhan dan kerusuhan itu dikenal sebagai kerusuhan Stonewall," imbuh Bang Shifron.
Pada akhirnya sebuah rapat umum di New York, digelar pada tahun 1970 atau setahun kemudian. Dan keputusannya sangat-sangat plot twist. Jadi bukan hanya mengizinkan eksistensi LGBTQ saja, tapi juga menjadikan peristiwa Stonewall sebagai peristiwa yang resmi untuk diikenang dalam perkembangan liberalisme dan demokrasi Amerika Serikat. Dan dikenalah 28 Juni sebagai LGBTQ Pride Day.
"Di tahun 2016, Presiden Obama meresmikan Bar Stonewall dijadikan sebagai salah satu Monumen Nasional yang dihormati," ungkap Bang Shifron.
"Hal inilah yang kemudian menginspirasi gerakan di seluruh dunia untuk menjadikan bulan Juni sebagai bulan suci untuk membantu perjuangan LGBTQ," imbuh dia.
Bahkan menurut Bang Shifron, tidak sedikit dari kaum LGBTQ yang berhasil menjadikan kaum mereka diterima di negaranya. Sehingga kini dikenal dengan istilah Pride Month.
Baca Juga : 5 Barang Ini Wajib Dibawa ke Gunung Bromo, saat Puncak Suhu Dingin Juli-Agustus
Adapun di Indonesia, kata Bang Shifron sekarang sedang tahap transisi tahap perjuangan bagi kaum LGBTQ untuk dijadikan pride month dikenal dan diterima di Indonesia.
"Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi di Kafe Wow. Di mana ada perkumpulan Gay, sama persis dengan apa yang dilakukan oleh komunitas LGBTQ di Kafe Stonewall, 55 tahun yang lalu," jelas Bang Shifron.
Selain itu, di Indonesia juga ada Woman March di akhir Mei lalu. Di mana para demonstran yang mengibarkan bendera Pelangi. Bahkan ada juga pernyataan terbuka dari maba Unhas yang sempat heboh tahun lalu, karena menyebut gender tengah-tengah atau netral.
"Dan ada beberapa influencer yang mengkampanyekan ide LGBTQ-nya secara masif, seperti Ragil dan Lucinta Luna. Namun tentu ini gak mudah, karena di Indonesia menurut para ahli kita, Indonesia masih dianggap belum modern, masih terikat dengan hubungan agama yang konservatif dan patriarki. Sehingga masih diperlukan penyuluhan panjang agar masyarakat Indonesia teredukasi dengan keberadaan LGBTQ," tandas dia.
Dan faktanya, kata Bang Shifrun, yang harus diketahui saat ini, faktanya adalah kita sedang di dalam medan pertarungan opini. Yakni antara pengaruh yang pro dengan yang kontrak.
"Bahasan kali ini adalah menunjukkan sebagai itu seriusnya, komunitas yang pro terhadap lgbt terhadap ide lgbt mereka, yang sedang mereka yakini, yang sedang mereka perjuangkan untuk diterima di Indonesia," tegas dia.
"Yang pada akhirnya, kita akan semua endingnya. Karena Indonesia yang bukan negara agama tapi negara demokrasi pada akhirnya, akan ikut arah ide dan gagasan siapa yang paling berhasil mendominasi. Dan tahun-tahun inilah yang menentukan," pungkas Bang Shifrun.
