Terpincut Keramatnya Goa Ontobugo, Warga Dampit Paksakan Diri Mendaki sampai Mati

Reporter

Nana

09 - Sep - 2017, 02:06

Korban asal Dampit yang diduga kelelahan dan sesak napas ketika mendaki ke petilasan Goa Ontobugo, Pasuruan, saat berada di Puskesmas Purwosari, Pasuruan. (Istimewa)

Petilasan Goa Ontobugo di lereng Gunung Arjuna yang terletak di wilayah Kabupaten Pasuruan pada ketinggian sekitar 1.300 mdpl (meter di atas permukaan laut) terkenal sebagai tempat keramat yang banyak dikunjungi peziarah. Baik dari dalam kota maupun dari luar. Biasanya tujuannya adalah untuk mencari berkah dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.

Terutama setiap Jumat Legi, khususnya pada bulan Asyuro, Goa Ontobugo banyak dikunjungi oleh peziarah sebagai tempat untuk mencari ketenangan hidup. Mereka yang datang rata-rata membakar hio atau dupa serta menabur bunga tiga warna yang digunakan untuk sesajen sambil para peziarah itu memohon doa. 

Keramatnya Goa Ontobugo, yang menurut cerita di masyarakat merupakan perwujudan Sang Hyang Antaboga yang berwujud seekor ular naga raksasa penguasa dasar bumi ini, membuat Edi Krisniwo alias Wajib (41), warga Dusun Krajan RT 21 RW 02 Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, terpincut.

Maka, berangkatlah Edi ke Pasuruan dengan ditemani  Wasis (sopir) dan Sugianto (adik kandung) sekitar pukul 14.00 WIB dari Dampit dengan mengendarai Mobil Isuzu Panther LS nopol N 1447 DH warna silver. 

"Kami sempat mampir di Kota Malang untuk belanja perlengkapan ritual sebelum ke Tambaksari, Pasuruan," kata Sugianto, Jumat (08/09).

Sekitar pukul 18.30 WIB, lanjut Sugianto, mereka sampai di Tambaksari, Purwodadi, yang merupakan pintu masuk menuju Goa Ontobugo. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan dari titik awal pintu masuk pendakian untuk bisa mencapai Goa Antaboga setelah sebelumnya melalui hutan pinus.

"Karena sudah malam, kami cari warga setempat untuk mengantar kami ke sana,"ujar Sugianto yang saat itu meminta tolong Ciriyanto, warga setempat di sana, sebagai penunjuk jalan.

"Awalnya menolak, mungkin karena sudah malam. Tapi memang kami paksa, akhirnya mau," imbuhnya.

Dalam perjalanan itulah, Edi yang diduga mengalami kelelahan dan sesak napas saat mendaki medan gunung dan tanjakan meninggal dunia. "Saat itu kami panik melihat kakak saya tidak bergerak. Saat diperiksa, sudah tidak ada napasnya,"ucap Sugianto. (*)