MALANGTIMES - Gema takbir "Allahuakbar, Allahuakbar" terus menggema di depan Balaikota Malang siang ini, Senin (9/9). Ya, sejumlah mahasiswa yamg tergabung dalam Forum Mahasiswa Muslim Peduli Bangsa (FMM PB) menyuarakan dukungannya terhadap salah satu aktivis mahasiswa muslim Hikma Sanggala yang kena drop out (DO) oleh Rektor kampus IAIN Kendari beberapa waktu yang lalu.
Penindakan drop out kepada salah satu aktivis mahasiswa IAIN Kendari Hikmah Sanggala oleh pihak kampus dianggap mendzolimi keberadaan aktivis. "Apa salahnya seorang mahasiswa aktivis menyuarakan kritikannya?. Hanggala dicap sebagai aktivis radikal, padahal dia memang seorang yang kritis. Kita membela karena dia didzolimi," ujar Koordinator Lapangan Taufik Setya Permana.
Ia menjelaskan, apa yang terjadi pada Hikma Sanggala lantaran seringnya memprotes kebijakan di kampus mengenai tidak dibolehkannya ada pemakaian niqab atau cadar di area kampus. Padahal dia dikenal sebagai mahasiswa dengan prestasi akademik yang baik.
"Sanggala aktivis mengkritisi, terhadap kebijakan pemerintah. Pake Niqab dilarang oleh kampus, kenapa dilarang, memakai itu yang diprotesnya. Hanya karena itu dia dianggap radikal dan didrop out," imbuhnya.
Beberapa poster bertuliskan 'Rektor Diktaktor, Mahasiswa Jangan Kendor', 'Radikalisme Alat Menyerang Dakwah Islam', 'Stop Bungkam Suara Mahasiswa' hingga 'Kembalikan Hikma Sanggala' mewarnai aksi puluhan mahasiswa tersebut.
Unjuk aksi yang dilakukannya bersama sejumlah mahasiswa muslim lainnya ini digelar karena dikhawatirkan bukan tidak mungkin kejadian yang menimpa teman sesama aktivis muslim ini bakal terjadi di wilayah lain. Ia berharap di Kota Malang tidak akan terjadi hal-hal yang demikian.
"Ini bentuk dukungan aksi damai solidaritas.
Kita khawatirkan ini, harapannya pemerintah tidak ada peristiwa-peristiwa seperti ini lagi.
Tidak ada kedzoliman - kedzoliman itu. Apalagi di Kota Malang jangan sampai terjadi," ungkapnya.
Menurut dia, isu-isu radikal ini masih tabu untuk dijadikan acuan. Aktivis tidak seharusnya dicap sebagai golongan tersebut. Apalagi, definisi tentang hal itu dianggap masih belum dipastikan secara hukum.
"Kita berharap isu-isu radikal ini ditepis. Aktivis tidak seharusnya dicap sebagai kelompok radikal. Definisi radikal saja secara hukum tidak bisa dipastikan," pungkas nya.