MALANGTIMES - Memasuki bulan Juli 2018 dimana cuaca tak menentu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Malang, melalui Bidang Sumber Daya Air (SDA) dan Drainase, terus melakukan normalisasi saluran air di Kota Malang dengan hasil panen berbagai macam jenis sampah.
Diawali pada 1 Juli 2018 lalu. Satgas DPUPR Kota Malang melakukan normalisasi bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang dan yang lainnya di kawasan Cakalang, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Setelah itu dilanjutkan 2 Juli 2018, Satgas kembali melakukan normalisasi saluran air di kawasan Jalan Tata Surya, Kelurahan Lowokwaru, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Di kedua tempat tersebut, berbagai jenis sampah kembali menjadi penyebab tersendatnya aliran air sehingga meluap saat hujan deras datang. Selain itu, di sana petugas juga mengeruk endapan lumpur yang membuat pendangkalan saluran air.
Hari Widodo, Koordinator Satgas DPUPR Kota Malang mengungkapkan, tentunya normalisasi tersebut diupayakan untuk menanggulangi banjir yang terjadi di Kota Malang. Banjir mayoritas terjadi karena penyempitan saluran air, baik karena sampah maupun endapan lumpur.
"Namun yang lebih banyak ditemukan selama ini adalah sampah dari berbagai macam jenis, mulai dari kasur, plastik, botol, sepatu, baju, bekas makanan, popok, kayu dan sampah lainnya ditemukan di saluran air," ungkap pria yang akrab disapa Benk-benk.
"Apalagi seperti normalisasi di saluran air di depan Pasar Blimbing, di sana malah kedalaman saluran mendangkal akibat tumpukan botol-botol. Dampaknya ya sampah-lain tertahan, hingga air pun meluap saat hujan," tambahnya
Lanjutnya, melihat hal tersebut, tentunya pihaknya merasa prihatin. Pasalnya masyarakat dengan gampangnya membuang sampah sembarangan tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan.
"Jika sudah banjir, mereka mengeluh atas ulahnya sendiri, maka dari itu, kami mengimbau masyarakat, janganlah membuang sampah di sungai dan di saluran air," bebernya.
Selain itu, ia juga menyampaikan, agar masyarakat tidak mempersempit saluran-saluran air dengan melakukan pembangunan atau menutup dengan sengaja saluran air untuk dimanfaatkan menjadi bangunan-bangunan permanen.
"Seperti di Pulosari, volume saluran air disana menyempit akibat pembangunan warung-warung, sehingga harus dilakukan pengeprasan bangunan sepanjang dua meter," pungkasnya