MALANGTIMES - Masuknya ajaran Islam ke Malang sampai detik ini masih menjadi pertanyaan besar bagi banyak kalangan. Berbagai versi dari para sejarawan pun memberikan faktanya masing-masing.
Dalam bukunya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, De Graaf dan Pigeaud menyebut jika pada 1545 Sengguruh telah tunduk pada kekuasaan maharaja (Kerajaan Demak). Sengguruh itu sendiri diyakini sebagai nama daerah di bagian hulu Sungai Brantas atau yang kini dikenal sebagai Kota Malang.
Baca Juga : Kisah Dokter Muda di Indonesia, Atasi Wabah Menular di Kota Malang Tanpa Kenakan APD
Di Sengguruh itulah, dikatakan telah terjadi pertempuran terakhir keluarga Majapahit yang belum masuk Islam dengan melawan tentara Islam. Hal itu menurut De Graaf tercatat dalam serat kandha, Babad sangkala, dan cerita tutur Jawa.
"Pada tahun 1545 Sengguruh telah tunduk pada kekuasaan maharaja. Sengguruh adalah nama daerah di bagian hulu Sungai Brantas; di daerah inilah terletak Kota
Malang sekarang. Salah satu bagian Kota Malang sekarang masih bernama Sengguruh," tulis De Graaf.
Sementara itu, disebutkan jika Demak juga telah melakukan perluasan wilayah secara berturut-turut mulai dari Wirasari (1525), Gagelang (Madiun) pada 1529, Madengkunhlgan (Blora) di 1539, Surabaya pada 1531, Pasuruan tahun 1535, serta Lamongan, Blitar, dan Wirasaba yang ditaklukkan pada 1541 dan 1542.
Selain itu, Gunung Penanggungan sebagai benteng elite Hindu-Budha dengan segala tempat keramatnya juga ditaklukkan pada 1543. Kemudian Memwlenang atau Kediri (1544), Sengguruh (Malang-Hilir Sungai Brantas) pada 1545. Terakhir penaklukan Blambangan (daerah ujung Tenggara Jawa Timur) pada 1546.
Selain cerita tersebut, sampai sekarang sumber terkait perkembangan masuknya Islam ke Malang masih belum banyak. Namun beberapa ahli sejarah menyebut jika pengaruh Islam masuk ke Malang, tepatnya dari arah Utara, atau pintu kekuasaan Kerajaan Singosari sekitar 1830 an.
Masuknya tokoh muslim bernama Mbah Chamimuddin menjadi cikal bakal perkembangan Islam di daerah Singosari dan Malang pada umumnya. Mbah Chamimuddin sendiri merupakan Laskar Pangeran Diponegoro yang melarikan diri saat perang Diponegoro (1825-1830).
Mbah Chammimuddin sendiri diperkirakan datang ke Malang, tepatnya Singosari pada tahun 1930-1935. Sampai sekarang, peninggalan cikal bakal pengembangan Islam di Singosari itu pun masih ada melalui Pondok Pesantren Mifthahul Falah atau yang lebih dikenal sebagai Ponpes Bungkuk. (Bersambung).