MALANGTIMES - Maraknya kasus pembuangan bayi, khususnya di wilayah Kabupaten Malang, sepanjang 2017 menjadi fenomena yang memiriskan.
Baca Juga : 10 Daerah Resmi Dapat Persetujuan Terapkan PSBB
Respons masyarakat pun dalam menyikapi kasus tersebut sangat beragam. Terutama dalam proses setelah bayi yang dibuang dengan kondisi hidup. Banyak reaksi keprihatinan dari masyarakat atas kondisi bayi yang dibuang secara biadab oleh orang tuanya.
Sebagian besar secara spontan masyarakat ingin memelihara bayi yang terbuang tersebut dengan cara mengadopsinya. Tapi, sayangnya cara mengadopsi masyarakat tersebut tidak sesuai dengan regulasi adopsi yang ada, yaitu Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007 dan dirinci dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
Kondisi inilah yang membuat Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang mengimbau agar masyarakat memberikan laporan kalau menemukan bayi yang dibuang dan akan diadopsinya. "Laporan ke kami ini dalam upaya memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi si bayi yang dibuang tersebut," kata Kepala Dinsos Kabupaten Malang Sri Wahyu Puji Lestari, Senin (11/09) kepada MalangTIMES.
Laporan akan diadopsinya bayi yang terbuang ini, menurut Yayuk, sapaan kadinsos Kabupaten Malang, wajib mengikuti regulasi yang ada. Sehingga pihaknya bisa memastikan bahwa bayi tersebut tidak akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga nantinya.
Hal ini pernah terjadi di Kabupaten Malang, saat satu keluarga mengadopsi anak tanpa melalui regulasi yang mengaturnya. Akhirnya sang anak tersebut sering mendapatkan perundungan dari lingkungan terdekatnya. "Dia menjadi labil psikologinya dan akhirnya lari ke narkoba. Terakhir kita dapat kabar anak tersebut meninggal dunia," ungkap Yayuk.
Dari kasus tersebut, Dinsos Kabupaten Malang kembali mengimbau masyarakat agar melaporkan diri saat akan mengadopsi anak yang dibuang. Sayangnya, sepanjang tahun ini laporan atas proses adopsi tersebut bisa dibilang sangat minim dan hanya dalam hitungan jari saja.
Baca Juga : Viral! Mobil Jenazah Terjebak Lumpur Usai Pemakaman Pasien Covid-19
Menurut Yayuk, secara angka. laporan mengenai adopsi di Kabupaten Malang yang melapor dan sesuai regulasi ada sekitar tujuh kasus saja. Tentunya minimnya kesadaran masyarakat dalam proses adopsi anak, walaupun dipicu dengan iktikad baik, secara hukum tidak bisa dibenarkan. Dari regulasi yang ada mengenai adopsi anak, masyarakat wajib memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan. "Pasangan berstatus menikah paling singkat 5 tahun, berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun," ujar Yayuk.
Selain hal tersebut pasutri yang akan mengadopsi mampu secara ekonomi dan sosial serta belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak. Persyaratan lain adalah pengajuan surat permohonan izin ke dinas sosial setempat. Surat-surat resmi tersebut menjadi sangat penting dalam upaya melindungi hak-hak anak adopsi di kemudian hari serta melindungi keselamatannya.
"Ada surat keterangan kesehatan jiwa dari dokter spesialis jiwa dan surat keterangan tentang fungsi organ reproduksi dari rumah sakit pemerintah," terang Yayuk.
Artinya, dalam proses adopsi tidak sembarang dilakukan oleh masyarakat. Pasalnya, hal ini akan malah menjadi bumerang kalau tidak mengikuti aturan yang ada. "Jangan sampai niat baik menjadi masalah di kemudian hari," pungkas Yayuk. (*)