MALANGTIMES - Ribut Harianto, salah satu korban selamat yang juga ABK, menyebut bahwa kapal KMP Rafelia 2 nekad berlayar dalam kondisi kelebihan muatan atau over kapasitas. Bahkan, warga Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, ini merasakan pergerakan kapal terasa berat.
Baca Juga : Tiga Tenaga Kesehatan Positif Covid-19 di Kota Malang Sembuh
"Baru berangkat dari pelabuhan Gilimanuk, mesin kapal terasa berat, hingga akhirnya kapal miring," kata ABK yang bertugas sebagai teknisi mesin ini saat dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI) Banyuwangi, Minggu (6/3/2016).
Awalnya, pria 51 tahun yang baru 3 bulan bekerja di KMP Rafelia 2 tersebut tak menduga kapal akan berlayar. Karena, di hari nahas itu, kapal seharusnya 'Off' atau libur dari rutinitas melayani jasa penyeberangan Jawa - Bali.
"Muatan memang lebih banyak dari biasanya dan sesaat sebelum kapal tenggelam, sudah miring, nakhoda mengintruksikan agar kapal landas di pantai terdekat. Tapi ternyata belum sampai landas kapal sudah tenggelam," kenangnya.
Saat tenggelam, dari data manifest, kapal KMP Rafelia 2 mengangkut 18 unit truk tronton, 4 truk besar, 4 truk sedang dan 4 pikup. Seluruhnya muatan penuh. Satu lagi kendaraan bermotor.
Baca Juga : Tanggap Covid-19, Fraksi PKS DPRD Kota Malang Bagikan Ratusan APD ke Petugas Medis
Ribut juga menegaskan, bahwa saat berlayar kapal tidak dalam kondisi bocor, namun memang kelebihan muatan.
Hingga hari ini, pihak KNKT terus melakukan penyelidikan penyebab tragedi tenggelamnya kapal KMP Rafelia 2 di perairan selat Bali, Jumat kemarin (4/3/2016). Mereka menggali keterangan dari seluruh penumpang dan awak kapal.
"Kita sudah ada temuan dan indikasi tertentu, tapi masih belum bisa kita sampaikan," ucap Ketua Tim Investigasi Rafelia 2 dari KNKT, Aldrin Dalimunte.(*)