Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Opini

Revisi UU KPK Siasat Busuk 'Tikus Berdasi'

Penulis : - Editor : Redaksi

22 - Feb - 2016, 18:08

Husnul M. Syadad, Sekretaris GP Ansor Kabupaten Malang. (Foto: Istimewa)
Husnul M. Syadad, Sekretaris GP Ansor Kabupaten Malang. (Foto: Istimewa)

Oleh: Husnul H Syadad

BERDASARKAN hasil survei lembaga kajian non profit Populi Center, yang menempatkan KPK sebagai lemabaga anti korupsi paling terpercaya di mana lebih dari separuh atau 60 persen responden mengaku puas dengan kinerja KPK, dan hanya 2 persen responden yang kecewa dengan lembaga independen tersebut.

Hasil survei tersebut jelas kontras dengan  lembaga Polri yang berada di urutan ke-2 dalam lembaga negara terkorup. Jika menganalisis fakta survie tersebut jelas menunjukkan bahwa masyarakat lebih mempercayai KPK untuk memberantas korupsi daripada Polri.

Baca Juga : Tetap Produktif Ketika Di Rumah

Dari sepak terjang KPK selama 13 tahun, dapat dilihat bahwa masyarakat begitu mengapresiasi kinerja KPK, berbanding terbalik dengan Polri dimana masyarakat sendiri menilai bahwa dilembaga Polri masih belum bersih dari praktik korupsi.

Masih teringat dibenak masyarakat ketika terjadi kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, dukungan masyarakat mengalir begitu deras saat kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dilakukan oleh Polri.

Kita masih  mengingat konfrontasi "Cicak versus Buaya", begitu banyaknya elemen masyarakat yang bergabung untuk menyampaikan rasa solidaritasnya terhadap para pimpinan KPK.

Sedangkan, Kejaksaan masih dinilai sama prematurnya dengan Polri untuk mengemban tugas berat memberantas korupsi yang sudah begitu mengakar.

Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana kasus suap Jaksa Urip dalam kasus aliran dana BLBI. Buntut dari kasus Jaksa Urip ini juga menyeret beberapa pejabat dari kantor Kejaksaan Agung. Korupsi merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extraordinary cryme).

Secara hukum, pengertian korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Artinya, korupsi didefinisikan sebagai sesuatu tindakan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Secara umum, korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan/wewenang (yang seharusnya melindungi kepentingan umum/publik) untuk kepentingan pribadi.

Tindakan korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Disebut sebagai kejahatan luar biasa karena korupsi membawa dampak kerusakan yang luar biasa pada masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime).

Maka diperlukan sebuah lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa pula untuk menangani, mencegah dan memberantas praktik korupsi tersebut. Dan KPK merupakan lembaga yang memiliki dan diberi kewenangan untuk itu dengan landasan UU KPK Nomor 30 tahun 2002 yang telah ada.

Namun, pada setiap terbentuknya rezim pemerintahan baru selalu ada upaya untuk melemahkan peran dan fungsi KPK dalam pemberantasan korupsi, tahun 2012 ketika rezim pemerintahan SBY juga ada upaya untuk melemahkan KPK, akan tetapi rakyat bersatu untuk menyelamatkan lembaga ini.

Pada rezim pemerintahan JOKOWI-JK yang baru seumur jagung ini muncul dengan derasnya upaya-upaya dalam melemahkan KPK, hal ini dapat terlihat dari dukungan mayoritas fraksi yang ada dalam parlemen (DPR RI) dan beberapa menteri yang mendukung revisi UU KPK.

Ada beberapa poin penting yang menjadi usulan revisi terhadap UU KPK yang dapat melemahkan bahkan membuat KPK layaknya macan ompong dan tidak lagi memiliki taring sebagai lembaga yang menjadi benteng terakhir penjaga uang rakyat.

Beberapa poin usulan revisi UU KPK itu siantaranya adalah: Pertama, terkait penyadapan, KPK harus mendapat izin untuk melakukan penyadapan. Perihal meminta izin penyadapan yang dilimpahkan kepada Badan Pengawas KPK adalah hal yang mengada-ada.

Dalam perjalanan melakukan penyelidikan, penyadapan merupakan senjata yang ampuh dalam membongkar kasus-kasus korupsi. Faktanya, selama ini, penggunaan hak sadap di KPK cukup efektif dalam membongkar praktik korupsi para pejabat negara. Maka, sangat tidak berdasar mempersulit hak penyadapan KPK harus melalui Badan Pengawas KPK.

Kedua, Pembentukan Badan Pengawas KPK. Badan ini disebut sebagai bagian integral dari KPK, tapi dibentuk dan dilantik presiden. Artinya, pertanggungjawabannya bukan kepada pimpinan KPK tetapi kepada presiden dan juga DPR. Hal ini jelas untuk membatasi gerak KPK.

Baca Juga : Dampak Penundaan Tahapan Pilkada 2020

Pemerintah dan DPR seharusnya tidak perlu repot-repot mengusulkan agar dibentuknya Badan Pengawas KPK karena saat ini KPK sudah diawasi banyak pihak. KPK diawasi oleh pengawasan internal yaitu Bagian Pengawasan Internal, Penasihat KPK dan komite etik KPK termasuk pengawas eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Bahkan DPR punya fungsi sebagai pengawas ekternal KPK.

Ketiga, Badan Pengawas KPK sebagai pemberi izin penyadapan. Poin inilah yang mengaskan betapa menambah rancunya posisi Badan Pengawas KPK. Kalau dikaji  kembali posisi Badan Pengawas KPK yang sekaligus berperan sebagai lembaga perizinan. Jelas sekali Badan Pengawas KPK akan digunakan sebagai  alat kontrol kekuasaan dalam melemahkan KPK.

Keempat, KPK tidak lagi memiliki tugas dan wewenang melakukan penuntutan. Selain itu, KPK juga akan kehilangan tugas dan kewenangan dalam melakukan monitoring.

Kelima,  KPK hanya bisa menangani perkara korupsi bila ada kerugian negara di atas Rp 50 miliar. KPK juga lebih diarahkan kepada tugas pencegahan korupsi daripada penindakan.

Keenam, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi, serta tidak bisa merekrut pegawai secara mandiri.

Ketujuh, KPK juga diwajibkan melapor ke kejaksaan dan polisi ketika menangani kasus, tidak bisa mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri.

Kedelapan, KPK dibatasi hanya sampai 12 tahun sejak RUU tersebut disahkan

Beberapa poin krusial diatas sangatlah jelas bahwa ada upaya-upaya untuk membuat KPK hanya sebagai lembaga yang hanya menangani pencegahan dan tidak memiliki kewenangan penindakan.

Hal tersebtu menandakan bahwa ada ketakutan dari para pejabat baik DPR maupun pemerintah terhadap KPK, dan menjadi indikasi bahwa akan ada permainan terhadap uang rakyat serta terhadap mandat rakyat.

Dengan setidaknya beberapa  poin-poin di atas, dapat disimpulkan bahwa revisi UU KPK bertujuan melemahkan KPK. Poin-poin tersebut dapat menjadikan KPK di bawah kontrol eksekutif ataupun legislatif. Dan selanjutnya KPK dapat dikendalikan untuk kemudian dilumpuhkan dan akhirnya dibubarkan.

Komitmen pemerintah dalam agenda membasmi praktek korupsi sampai ke akar masih jauh dari ekspektasi rakyat. Dalam Nawacita, Dimana jelas tercantum bahwa agenda penegakan hukum yang bebas korupsi menjadi salah satu agenda prioritas dari kesembilan janjinya.

Seharusnya, hal itu menjadi prioritas dalam pemerintahan dan tidak melakukan hal sebaliknya yang tentu akan menjadi kontra produktif terhadap perjalanan pemerintahan JOKOWI-JK.

Negara ini akan hancur ketika kejahatan yang luar biasa (korupsi) terus tumbuh dan hidup dinegara ini, rakyat akan melawan ketika pejabat negara tidak lagi mendengar suara rakyat. Hentikan revisi UU KPK, rakyat masih percaya KPK. (*)

*Penulis adalah dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Raden Rahmat (Unira) Malang.


Topik

Opini Husnul-M-Syadad


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Editor

Redaksi